Liputan6.com, Jakarta - Jessica Kumala Wongso dan tim pengacaranya telah menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan pada sidang ke-28 dan ke-29 pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pekan lalu. Ketika itu tangisan Jessica Wongso dan tangkisan tim penasihat hukumnya mewarnai sidang tersebut.
Sidang pleidoi dari kubu Jessica Wongso bahkan berlangsung hingga dua hari, Rabu dan Kamis pekan lalu atau 12-13 Oktober 2016. Maklumlah, berkas pembelaan tebalnya mencapai sekitar 4.000 halaman.
Kini, giliran Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memberikan tanggapan atau replik terkait nota pembelaan terdakwa Jessica yang dibacakan pekan lalu. Dalam sidang ke-30 yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Kisworo, JPU melontarkan "amunisi" ataupun "jurus" menangkis pleidoi kubu Jessica.
Ihwal Jessica Wongso mempersoalkan sel tahanan di Polda Metro Jaya yang dinilainya tidak layak dan tidak manusiawi. JPU menilai sel tersebut tergolong mewah dibandingkan sel tahanan lainnya.
"Ruang tersebut termasuk mewah untuk seorang tahanan," ucap JPU dalam sidang replik kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Kisworo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Baca Juga
Advertisement
Justru, kata JPU, pihaknya mempertanyakan sikap Jessica yang kerap mempertanyakan fasilitas tahanan yang dinilainya tidak layak itu.
"Lalu apa yang terdakwa harapkan, kasur empuk, TV kabel, atau air hangat untuk membasuh terdakwa saat lelah?" ujar jaksa.
"Adalah konsekuensi logis dari seorang tahanan dan fasilitas yang didapatkan sudah lebih," jaksa menambahkan.
Dalam nota pembelaan Rabu pekan lalu, Jessica menyampaikan kondisi sel tahanan di Polda Metro Jaya. Jessica menggambarkan selnya dipenuhi dengan kecoak hingga kalajengking.
"Di situ cuma ada saya, satu kain, celana pendek. Ada kecoak, kalajengking, lampu yang terang enggak bisa dimatiin, penjaganya bilang 'kamu belum boleh dikunjungi sampai Senin'. Itu Sabtu malam. Kamar mandi juga mengenaskan, kotor, bau, celah hanya ukuran kertas A4," tutur Jessica tak kuasa membendung kesedihannya di PN Jakarta Pusat, Rabu, 28 Oktober 2016.
Bukan hanya itu, Jessica pun sempat jatuh sakit dan sampai diperiksa di Bidokkes Polda Metro Jaya. Jessica sakit lantaran tidak ada sirkulasi udara di ruang tahanan.
"Setelah saya sakit, baru dipasang exhaust. Kalau hujan bocor, banjir kalau hujan. Saya pernah diperingatkan akan di-bully dengan tahanan lain. Di situ saya merasa sangat takut," ujar Jessica.
Replik: Kebohongan Menular ke Penasihat Hukum
Dalam repliknya, selain menangkis ihwal sel tahanan, JPU juga menilai nota pembelaan atau pleidoi penasihat hukum Jessica Kumala Wongso berisi kebohongan. JPU menganggap kebohongan-kebohongan penasihat hukum sama dengan yang disampaikan Jessica.
"Dari kejadian itu (kebohongan-kebohongan penasihat hukum Jessica) kami merenung. Apakah kebohongan itu menular. Mungkin terdakwa yang menularinya," kata salah satu JPU, Maylany, saat membacakan replik atau tanggapan jaksa atas pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Maylany pun menjabarkan penilaiannya dengan mengutip pernyataan psikolog forensik RSCM, dr Natalia Widiasih Raharjanti. Menurut Natalia, saksi ahli yang dihadirkan JPU ini, Jessica termasuk kategori orang yang inkonsisten.
"Berdasarkan dokter Natalia, terdakwa termasuk inkonsisten atau bahasa umumnya pembohong, sehingga kemungkinan penasihat hukum tertular kebohongan-kebohongan terdakwa," kata Maylany.
Kebohongan-kebohongan yang disampaikan PH, menurut dia, adalah adanya perbedaan pernyataan terkait saksi ahli yang dihadirkan dari Australia ahli patologi forensik, Doktor Beng Beng Ong. Perbedaan itu terkait fee Beng Beng Ong.
"Saat Beng Beng Ong keluar dari Imigrasi (usai diperiksa), salah satu penasihat hukum mengatakan ahli patologi tidak dibayar atas jasanya. Jadi mana yang benar. Siapa yang berbohong. Siapa yang dapat kita percaya, di mana penasihat hukum saling bantah," ujar Maylany.
Bersandiwara dalam Sidang
Dalam tanggapan atau replik JPU atas nota keberatan terdakwa Jessica Kumala Wongso, jaksa pun menyebut baik Jessica maupun pengacaranya melakukan aksi teatrikal.
"Aksi teatrikal tidak hanya dilakukan terdakwa, tapi juga kuasa hukumnya," ujar jaksa Maylany.
Jaksa mempersoalkan sikap Jessica ketika menjadi terperiksa dalam persidangan. Dia dinilai tidak patuh pada hukum dan mempertontonkan ketidakpatuhan itu di masyarakat banyak.
"Apakah ketidaktahuan terdakwa itu murni ketidaktahuan terdakwa atau settingan kuasa hukum?" tanya Maylany.
Jaksa menilai dari empat ribuan nota keberatan yang ditulis tim kuasa hukum terdakwa, hanya 232 halaman yang mewakili isi persidangan.
"Sisanya hanya translate keterangan saksi dan ahli," kata jaksa Maylany.
Persidangan yang digelar terbuka dan disiarkan langsung empat stasiun televisi nasional dijadikan kubu terdakwa untuk menarik simpati masyarakat.
"Butuh teatrikal untuk menarik simpati masyarakat untuk memenangkan persidangan dan bukan untuk mencari kebenaran materiel perkara ini," ujar dia.
Advertisement
JPU: Menangis, Apa Jessica Takut Dihukum?
Serangan balik JPU berlanjut. JPU Maylany pun berasumsi tangisan terdakwa Jessica Wongso dalam membacakan nota pembelaan atau pleidoi, disebabkan rasa takut jelang sidang putusan. Meski begitu, dia menyatakan bahwa hanya Tuhan dan Jessica yang mengetahui hal tersebut.
"Apakah karena terdakwa takut dihukum? Atau karena dia sedih ditinggal Mirna?" tutur Maylany saat membacakan replik di depan majelis hakim di PN Jakpus, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Padahal, kata dia, kejadian seperti itu tidak pernah terjadi dalam rentetan persidangan yang telah bergulir hingga puluhan kali itu. Malah tangisan Jessica baru terjadi menjelang sidang putusan.
"Padahal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tangisan ini dilakukan sebelum vonis," Maylany menjelaskan.
Adapun Jessica menyampaikan pembelaannya sendiri pada sidang sebelumnya, Rabu 12 Oktober 2016 lalu. Dalam pembelaannya, Jessica mengaku tidak membunuh Mirna. Bahkan, dia berani bersumpah atas pernyataannya itu.
Jessica juga beberapa kali terlihat membacakan materi pembelaannya dengan terisak-isak dan suara yang parau.
"Penuntut umum menilai ini sengaja digiring dengan penuh asumsi, tanpa dasar dan bukan mencari hasil materiel. Dalam pleidoi itu kering sumber hukum, dan penasihat hukum seakan awam tentang terminologi hukum, dan hal ini seakan dilakukan untuk mencari dukungan terhadap terdakwa," Maylany melanjutkan pembacaan replik.
Spontan, pembacaan replik JPU tersebut mengundang sorakan dari pengunjung sidang. Seorang pengunjung bahkan berteriak hallelujah.
"Woo... haleluya," teriak seorang pengunjung sidang.
Ketua Hakim Kisworo langsung merespons. Dia mengingatkan para pengunjung agar menghormati persidangangan. Jika tidak kondusif, para pengunjung akan dikeluarkan dari ruang sidang.
"Pengunjung untuk tetap kondusif. Apabila tidak bisa, nanti akan kami keluarkan," imbau Kisworo.
Tampilkan Foto Sel Jessica, Penasihat Hukum Protes
Ihwal kondisi sel tahanan, JPU Maylany menegaskan, Jessica Wongso sempat menyebut bahwa sel tahanannya tidak layak huni. Padahal nyatanya, memang ruangan itu merupakan pilihannya sendiri.
"Tentang kesaksian terdakwa soal ruang tahanan yang kecil, bau, dan banyak kecoak, itu merupakan pilihan terdakwa sendiri supaya tidak digabung dengan tahanan lain. Bahkan, ruang yang ditempati terdakwa termasuk yang paling mewah. Kami akan memperlihatkan buktinya melalui sejumlah dokumentasi berikut ini," Maylany menjelaskan.
Tim JPU lalu menampilkan sejumlah foto pada slide di proyektor dalam ruang sidang. Dari gambar tersebut, nampak Jessica saat berada di dalam ruang tahanan Polda Metro Jaya yang sedang bersantai dan berbaring di sofa, mengenakan kaus dan celana pendek.
Hal itu mengundang keberatan dari penasihat hukum Jessica. Menurut pengacara, replik seharusnya hanya dibacakan, bukan menampilkan foto di luar materi replik. Hal itu kemudian disepakati kedua belah pihak di hadapan majelis hakim untuk tidak menampilkan dokumentasi tersebut.
Pengacara Jessica Mengaku Geli
Koordinator Pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan mengaku tergelitik saat JPU membacakan replik atas nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan pihaknya. Ia menilai, replik jaksa menunjukkan kepanikan.
"Kita geli saja ya. Saya tidak menyangka mereka panik saja dengan pleidoi kita. Jadi hal-hal yang tidak substansial juga dibicarakan, tapi semuanya it's oke," tutur Otto di PN Jakpus, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Otto pun merespons materi replik dari JPU dan mengatakan bahwa jaksa telah masuk dalam siasat yang telah dilancarkannya. Pihaknya masih memiliki agenda duplik sebagai alat pembalas.
"Kita sudah berhasil menjalankan taktik kita. Karena kita masih punya duplik. Itu adalah senjata terakhir dan ada di kita," dia menjelaskan.
Otto menyebut, pihaknya siap menjawab replik JPU di persidangan lanjutan nanti. Kasus itu, lanjut dia, akan dibuat terang benderang sebelum adanya putusan dari majelis hakim.
"Kita bisa klarifikasi semuanya nanti dalam duplik. Kita akan kita jelaskan," Otto menerangkan.
Dia juga menilai JPU hanya membela diri dalam menyampaikan replik. Sebab, JPU malah turut mempersoalkan imbalan yang diterimanya dalam upaya membela Jessica.
"Jadi hendak membela diri saja. Dia juga bercerita soal saya tidak dibayar jadi pengacara. Ini kan urusan pribadi sebenarnya dan itu kenapa ya dibawa-bawa. Apa enggak percaya mereka karena mereka selalu dibayar? Dia tidak tahu prinsip lawyer sebenarnya," Otto Hasibuan menandaskan.
Tangis Jessica Tak Sebanding Penderitaan
Otto Hasibuan memang boleh berkata demikian. Namun, JPU justru menyoroti curahan hati dan tangisan terdakwa Jessica Kumala Wongso dalam nota pembelaannya atau pleidoi. Menurut JPU, yang dialami Jessica tidaklah sebanding dengan penderitaan Wayan Mirna Salihin dan keluarga yang ditinggalkan.
"Apa terdakwa tidak berpikir penderitaan korban Mirna saat meminum es kopi Vietnam? Meregang nyawa sampai mengembuskan napas terakhirnya," ujar salah satu JPU, Maylany.
Hal itu ia sampaikan saat membacakan replik JPU, yang merupakan tanggapan atas pleidoi Jessica, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Maylany kembali mengangkat bagaimana sulitnya keluarga Mirna menerima hal itu. Terlebih sang suami, yakni Arief Soemarko, yang belum genap sebulan menikah.
"Yang merindukan sosok hangat dari korban, keceriaan, dan mengharapkan keturunan," kata dia.
Jaksa Maylany mengingatkan pada Jessica, sampai kapan pun, tidak akan ada lagi terlihat luapan perasaan dari Mirna di tengah-tengah keluarganya. Sementara, Jessica masih bisa menikmati semua itu.
"Tampak sangat kecil empati terdakwa terhadap korban," ujar Maylany.
JPU menilai segala curahan hati Jessica hanyalah sajian drama. Tontonan itu juga dianggap tidak mendidik secara hukum.
"Apakah ini murni ketidaktahuan atau kesengajaan yang di-setting?" Maylany menekankan.
Advertisement
Jaksa Tolak Pembelaan Jessica
Dalam repliknya, JPU pun menyatakan menolak nota pembelaan Jessica. Salah satu jaksa, Maylany, membeberkan bahwa salah satu sebabnya karena isi dari berkas pembelaan dengan ribuan halaman itu hanya berupa potongan dari keterangan ahli, bukan seluruhnya.
"Karena hanyalah berupa potongan dari keterangan ahli. Tidak seluruhnya ditampilkan sebagaimana adanya," tutur Maylany di PN Jakpus, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
"Karena jika tidak dipotong, akan terlihat kenyataan bertolak belakang. Atas apa yang selama ini diyakini oleh terdakwa dan kuasa hukum selama ini," ia menambahkan.
Soal 5 Gram Sianida
Tim penasihat hukum Jessica Kumala Wongso sebelumnya sempat menilai kesimpulan JPU soal 5 gram sianida tidaklah berdasar. Dalam sidang replik, Maylany pun langsung menanggapi tudingan tersebut.
"Sehubungan dengan 5 gram sianida, yang menurut penasihat hukum merupakan kebohongan dari penuntut umum, karena tidak ada seorang pun yang menuturkan hal itu di persidangan, di mana penasihat hukum dengan lantangnya mengatakan bahwa dunia melihat persidangan ini. Maka dengan ini kami ingin membuktikan kepada dunia, siapa yang sebenarnya berbohong," tutur Maylany.
JPU dengan tegas membantah kalau kesimpulan adanya 5 gram sianida di es Kopi Vietnam yang diseruput Wayan Mirna Salihin bukanlah hasil karangan. Sebab, dia dengan jelas mengacu pada fakta persidangan. Mereka mengambil dari keterangan ahli toksikologi Nur Samran Subandi.
"Faktanya, berdasarkan keterangan ahli toksikologi forensik, dr Nursamran Subandi atas pertanyaan ketua majelis hakim, Nursamran menyatakan, ada 5 gram sianida yang terdapat di dalam gelas es kopi Vietnam tersebut. Silakan dilihat di YouTube pada menit ke 18.07 detik sampai di menit 18.48 detik," jelas dia.
Bahkan, ujar Maylany, pernyataan itu sebenarnya juga diamini oleh penasihat hukum Jessica. Hal itu bisa dilihat dari lampiran keterangan Nursamran yang dikutip oleh kubu Jessica dalam berkas nota pembelaan atau pleidoi.
"Keterangan ini dikutip secara detail oleh penasihat hukum dalam pleidoinya pada halaman 1.618 bahwa ahli Nursamran menyatakan, kandungan isi gelas itu lima gram per 350 mililiter. Lalu, siapakah pembohong yang sebenarnya?" Maylany memungkasi.
Pleidoi Jessica Tak Mampu Gugurkan Tuntutan
JPU akhirnya selesai membacakan replik dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Replik dengan tebal 60 lembar itu menyatakan bahwa nota pembelaan atau pleidoi Jessica tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan tuntutan JPU.
"Pleidoi terdakwa haruslah dikesampingkan. Selain itu, uraian-uraian pleidoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat menggugurkan surat tuntutan penuntut umum," tutur salah satu JPU, Maylany.
Dengan itu, JPU pun memohon agar majelis hakim dapat menolak seluruh pleidoi Jessica dan penasihat hukumnya. Dia juga membacakan dua kesimpulan replik yang disusun oleh JPU itu.
"Penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan menghadiri perkara ini untuk, pertama, menolak semua pleidoi dari penasihat hukum atau pun dari terdakwa Jessica Kumala Wongso. Kedua, menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 5 Oktober 2016," dia menjelaskan.
Selanjutnya, JPU menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada majelis hakim agar memutus perkara pembunuhan Mirna dengan seadil-adilnya.
Maylany menutup dua kesimpulan replik JPU dengan mengutip pernyataan Presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln. "Bisa saja Anda sering membohongi orang, bahkan sebagian lagi bisa Anda bohongi. Akan tetapi Anda tidak bisa membohongi semua orang."
Sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin diputus Hakim Ketua Kisworo ditutup dengan putusan duplik pada sidang Kamis mendatang. Duplik tersebut ditawarkan dari Kisworo kepada tim penasihat hukum terdakwa Jessica Kumala Wongso.
"Terima kasih yang mulia kami akan mengajukan duplik," kata Otto Hasibuan di penghujung sidang ke-30 di PN Jakarta Pusat, Senin, 17 Oktober 2016.
Tidak sekadar penasihat hukum, terdakwa juga diberikan kesempatan untuk mengajukan duplik. "Kepada terdakwa juga diberi kesempatan untuk mengajukan duplik," kata hakim Kisworo.
Kemudian, Kisworo menutup sidang ke-30 kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan ketuk palu dan mengumumkan jadwal sidang selanjutnya pada Kamis mendatang, 20 Oktober 2016 pukul 13.00 WIB.