Butuh 400 Ton Pasir Lagi Demi Robohkan Gedung Panin Bintaro

Zat kimia yang digunakan untuk melemahkan bangunan sudah disebar di empat lantai.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 19 Okt 2016, 08:53 WIB
Para pekerja melakukan pemasangan pasir saat proses pembongkaran gedung Bank Panin di Bintaro, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Jumat (14/10). Proses pembongkaran gedung 19 lantai ini disaksikan banyak warga. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Tangerang Selatan - Gedung tua Bank Panin di Sektor 7 Bintaro, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel) ternyata belum juga roboh.

Pihak kontraktor masih membutuhkan sekitar 400 ton pasir lagi, untuk merobohkan gedung yang pernah runtuh beberapa waktu lalu itu.

Padahal, penambahan karung pasir ini sudah dilakukan sejak 17 Oktober 2016, dan berakhir pada 21 Oktober 2016. Sistem pembebanan ini dinilai metode yang paling aman.

"Saat ini kan sudah 190 ton, kita butuh sampai 400 ton karung pasir lagi," ujar Projek Manager PT Wahana Infonusa Ari Yudhanto di Bintaro, Tangsel, Banten, Selasa malam 18 Oktober 2016.

Ari membantah salah prediksi mengenai berat karung pasir yang dibutuhkan. Sebab, yang dibutuhkan hanya menambah lagi berat karung pasir yang dibutuhkan.

"Sebetulnya ini bukanlah sesuatu yang istimewa, maksudnya metode yang kita gunakan bukan masalah benar atau tidaknya," ujar Ari.

"Tetapi untuk kondisi bangunan yang seperti ini, ya inilah yang harus dilakukan. Sebenarnya ini merupakan teknis yang sederhana," sambung dia.

Sedangkan, zat kimia yang digunakan untuk melemahkan bangunan sudah disebar di empat lantai. Pihak kontraktor sudah menaikkan 190 ton pasir dan menunjukkan perubahan atau kemiringan hingga 7,5 sentimeter.

"Kami coba akan konfirmasi dulu kepada kepolisian untuk mengerjakan di siang hari, kalau tidak ada alihan yang signifikan, maka kami akan mengevaluasinya kembali," kata Ari.

Menurut dia, tidak hanya masalah beban yang menjadi penghambat belum robohnya gedung Bank Panin, melainkan adanya faktor lingkungan dan masyarakat yang juga tak kalah penting. Butuh kesabaran dan kehati-hatian, tanpa harus mencelakakan masyarakat atau pekerjanya.

"Terlebih ini adalah yang pertama kali di Indonesia, jadi kami harus lebih berhati-hati," tutup Ari.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya