Liputan6.com, Jakarta Gubernur Lampung, M Ridho Ficardo mengimbau petani beralih ke tanaman jagung sebagai respons jangka pendek akibat kejatuhan harga singkong.
"Harga jagung relatif masih tinggi dan mendukung komitmen pemerintah untuk tidak impor," kata Gubernur Ridho.
Advertisement
Harga singkong di tingkat petani jatuh dari Rp 1.100 per kilogram ke Rp 500 per kilogram dalam beberapa bulan terakhir. Akibatnya, petani singkong di Lampung merugi sampai triliunan rupiah.
Kejatuhan disebabkan masuknya tepung tapioka dari Vietnam yang lebih murah. Produk tapioka dalam negeri kalah bersaing dan babak belur.
"Ini dampak perdagangan global," kata Gubernur Ridho. "Kami berusaha mengatasinya dengan berbagai cara, dan terus berusaha agar harga singkong membaik," tambahnya.
Pemprov Lampung adalah produsen singkong terbesar di Indonesia. Tahun 2014, produksi buku kayu mencapai 8,3 juta ton. Tahun 2015 turun menjadi 7,4 juta ton. Semester pertama 2016, produksi naik lagi menjadi 7,8 juta ton. Seiring kejatuhan harga, produksi singkong turun ke menjadi 6,5 juta ton.
"Jika tetap ingin menanam singkong, saya menyarankan agar menggunakan pola tumpang sari dengan jagung," kata Gubernur Ridho.
"Peralihan dari sat ke lain komoditas tidak melanggar aturan, dan sesuai UU No 12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman. Petani di lahan kering diperbolehkan beralih ke komoditas yang lebih menguntungkan," lanjutnya.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Lampung Lana Rekyanti mengatakan saran Gubernur Ridho sangat masuk akal mengingat kebutuhan jagung tinggi. Ia juga mengatakan menanam jagung lebih menguntungkan karena pemerintah membantu penyediaan benih.
"Pemerintah juga mengatur soal harga, karena Indonesia sedang berusaha swasembada jagung," demikian Lana.
Pemerintah Provinsi Lampung, menurut Lana, telah menandatangani kerja sama dengan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) untuk menampung jagung petani. Berdasarkan kesepakatan itu, jagung dengan kadar air 15 persen akan dibeli dengan harga Rp 3.150 per kilogram.
"Harga singkong belum diatur pemerintah, harga jagung sudah diatur," kata Lana. "Jadi menanam jagung lebih menguntungkan karena pabrik pakan butuh jagung dalam jumlah banyak."
Kebutuhan jagung sebagai bahan baku pakan ternak pada tahun depan diprediksi 8,5 juta ton, naik dibanding tahun ini yang 8 juta ton. Pemerintah juga menutup impor jagung, yang membuat industri pakan membeli dari petani.
Produksi pakan ternak diperkirakan naik delapan persen pada tahun depan, atau menjadi 17 juta ton, dengan kebutuhkan jagung mencapai 8,5 juta ton. Karena, jagung adalah bahan utama pakan ternak.
Berdasarkan kesepakatan dengan GMPT, kata Lana, Lampung menyiapkan lahan sekitar 11.000 hektar untuk penanaman jagung. Lampung juga menargetkan swasembada jagung tercapai tahun 2017. Di tingkat nasional, swasembada jagung diharapkan tercapai tahun 2018.
(Adv)