Liputan6.com, Jakarta Calon presiden Amerika Serikat (AS) asal Partai Republik, Donald Trump tak akan mengubah kebijakannya soal isu imigrasi jika kelak ia terpilih menghuni Gedung Putih. Ia tetap akan membangun dinding perbatasan antara AS dengan Meksiko demi mencegah masuknya imigran ilegal yang dinilainya menjadi pemicu sejumlah persoalan termasuk kriminal dan peredaran obat-obatan.
Pernyataan tersebut ditegaskannya kembali dalam debat final yang dipimpin Chris Wallace dan tengah berlangsung di University of Nevada, Las Vegas. Ia mengatakan bahwa di antara hadirin yang menghadiri debat tersebut terdapat empat ibu di mana anak mereka dibunuh oleh imigran ilegal.
Advertisement
"Jika Anda tak punya perbatasan maka Anda tak punya negara," hardik Trump kepada rivalnya, Hillary Clinton.
Trump mengklaim kebijakannya soal imigrasi didukung oleh Badan Imigrasi AS (ICE).
"Aku tengah berada di New Hampshire. Ada banyak masalah di sana yang disebabkan oleh Hillary Clinton dan Barack Obama...heroin. Kita harus memiliki perbatasan yang kuat," tegasnya seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (20/10/2016).
"Karena itu aku akan membangun dinding perbatasan. Kita butuh sebuah tembok...kita harus menghentikan peredaran obat-obatan. Itu akan menjadi salah satu langkah pertamaku nanti," kata miliarder itu.
Ia pun menyerang Hillary, mengatakan bahwa sebenarnya rivalnya itu mendukung pembangunan dinding perbatasan.
"Hillary Clinton menginginkan pembangunan dinding," ujar Trump.
Hal tersebut dibantah mantan Ibu Negara AS tersebut. "Aku setuju dengan keamanan perbatasan namun jika dibandingkan dengan ide Trump jelas bahwa ia memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan apa yang harus kita lakukan," tegas Hillary.
Hillary lantas menyinggung tentang seorang bocah bernama Karla. Orangtua anak itu seorang imigran sementara Karla lahir di AS.
Karla khawatir kebijakan Trump untuk mendeportasi imigran akan memisahkan ia dan orangtuanya.
"Aku tak ingin memisahkan sebuah keluarga. Aku tak ingin mengirimkan orangtua ketempat yang jauh dari anaknya. Aku tak ingin melihat deportasi paksa yang akan Trump lakukan," jelas Hillary.
Trump balik menyerang Hillary. Ia mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Barack Obama pun melakukan deportasi. Bahkan jumlahnya menurut Trump meningkat.
Pernyataan Trump ini benar. Sepanjang menjabat, Obama telah mendeportasi 2,5 juta orang. Ini jumlah terbanyak dibanding presiden AS mana pun. Namun Obama memprioritaskan deportasi dilakukan terhadap mereka yang memiliki catatan kriminal.
Hillary menegaskan bahwa ketidaksetujuannya dengan pengamanan perbatasan ala Trump bukan karena ia menginginkan perbatasan yang terbuka.
"Tentu saja kita tidak akan memiliki perbatasan yang terbuka. Ini sudah menjadi isu bipartisan. Namun aku memilih mengamankan perbatasan tidak dengan membangun tembok," tegasnya.