Liputan6.com, Jakarta - Kinerja sektor energi pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) selama dua tahun sudah menunjukkan perbaikan. Namun memang, masih perlu adanya kerja keras agar bisa menciptakan kedaulatan energi nasional.
Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi menjelaskan, kinerja sektor energi khususnya pada sektor minyak dan gas bumi belum sempurna,. Ia memberikan contoh dengan masih rendahnya produksi migas nasional dan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang cukup tinggi.
"Ya di migas, tidak banyak yang dicapai karena melanjutkan yang sudah ada, seperti lifting yang sangat rendah, impor BBM yang sangat besar 60 persen dari kebutuhan," kata Kurtubi, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Namun ketidaksempurnaan tersebut hanya sebagian kecil. Kurtubi mengungkapkan prestasi yang telah dilakukan pemerintahan melalui Kabinet Kerja, yaitu pasokan listrik untuk wilayah yang krisis dengan berbagai program kelistrikan diantaranya 35 ribu Mega Watt (MW).
Baca Juga
Advertisement
"Di kelistrikan ada banyak kemajuan. Pengadaan pasokan listrik, dan pemadaman-pemadaman berkurang sekalipun belum bisa dihilangkan. Lalu seperti yang dijanjikan sudah mau terealisir," ucap Kurtubi.
Rencana pemerintah membuat harga BBM sama di seluruh Indonesia juga masuk dalam hitungan prestasi Pemerintahan Jokowi- JK. Hal tersebut merupakan bukti pemerintah memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
"BBM satu harga disambut sangat antusias oleh rakyat utamanya rakyat Papua. Karena dengan satu harga ini di Papua mereka akan banyak memperoleh dorongan untuk bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi," lanjut Kurtubi.
Untuk sektor Mineral dan Batubara (Minerba), kurutubi mengkritisi langkah pemerintah yang menerapkan hilirisasi dalam pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dan rencana relaksasi ekspor konsentrat.
"Sektor minerba, yang kontroversial masih di seputar relaksasi ekspor konsentrat dari PT Feeeport yang menurut Undang-Undang mesti tidak boleh lagi diberikan izin ekspor. Karena belum ada proses hilirisasi atau pembangunan smelter," tutup Kurtubi. (Pew/Gdn)