Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau populer disebut Perppu Kebiri telah disahkan oleh DPR.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yambise mengatakan, setelah resmi disahkan, pihaknya tengah menyusun peraturan pemerintah (PP) terkait perppu tersebut.
Advertisement
"Perppu kebiri, PP sedang disusun, ada tiga PP, rehabilitasi sosial, hukuman kebiri, dan pemasangan cip, sedang diproses di semua kementerian karena tidak semudah itu. Sedang dibahas di seluruh kementerian, harus duduk bersama dan menyusun ini," ungkap Yohana di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.
Terkait pihak yang akan menjadi eksekutor kebiri, Yohana mengaku hal tersebut masih dalam perdebatan. "Masalah mekanisme yang harus dijalani seperti apa, asal ada kesamaan pendapat dan persepsi, selama ini tidak jadi masalah," kata dia.
Sedangkan soal penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai eksekutor kebiri, Yohana enggan menanggapi lebih jauh. "Saya sudah katakan berulang kali, ketika sudah jadi UU, kita harus tunduk di bawah UU. (Eksekutor) sedang diatur di dalam PP," Yohana menegaskan.
Perppu Kebiri yang baru saja disahkan menjadi UU oleh DPR ini mengatur pemberatan pidana atau pidana tambahan serta tindakan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pencabulan dengan syarat-syarat tertentu.
Pelaku bisa dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain dikenai hukuman pidana, pelaku juga dapat dikenai hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, dan pemasangan chip.
Mengenai kebiri kimia, pada prinsipnya seorang dokter akan melakukan tindakan itu tergantung kasus per kasus. Tidak boleh begitu saja memberi suntikan kebiri kimia.
"Mengobati, oke. Tapi untuk membuat orang sakit, tidak oke," kata dokter spesialis andrologi dari Surabaya, Johannes Soedjono.