Kala 22 Seniman Membicarakan Persoalan Global

Penggusuran, pemanasan global, hingga kesetaraan gender menjadi tema pameran seni rupa yang digelar dalam rangka hari jadi PBB.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 24 Okt 2016, 13:30 WIB
Penggusuran, pemanasan global, hingga kesetaraan gender menjadi tema pameran seni rupa yang digelar dalam rangka hari jadi PBB.

Liputan6.com, Jakarta Memperingati hari jadinya yang ke-71, Perserikatan Bangsa Bangsa menggelar pameran seni rupa bertajuk "Art with Pupose", yang digelar di Museum Nasional, Jakarta. Pameran yang rencananya akan dibuka secara resmi pada Senin, 24 Oktober 2016 ini menampung karya-karya terbaik dari 22 seniman tanah air.

Citra Smara Dewi selaku kurator pameran saat ditemui Liputan6.com, Sabtu (21/10/2016) mengatakan, seni memiliki banyak fungsi, termasuk di dalamnya fungsi sosial yang bisa menjadi alat untuk memberikan penyadaran dan pesan-pesan kemanusiaan kepada masyarakat.

“Kehidupan tak lepas dari berbagai permasalahan, mulai dari masalah kemanusiaan, hak asasi, kepedulian terhadap lingkungan, termasuk juga di dalamnnya tentang equality gender. Di sini ada celah bagaimana seharusnya fungsi kesenian, khususnya seni rupa, menjadi alat penyadaran bagi banyak pihak tentang berbagai permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini,” kata Citra.

Lebih jauh Citra mengatakan, selain tema yang diangkat sangat beragam, pameran ini menjadi menarik lantaran para seniman yang terlibat berasal dari lintas generasi, mulai dari seniman yang telah mapan hingga seniman yang baru mencari identitas. Tak hanya itu, media seni yang digunakan juga sangat beragam, seperti lukisan konvensional, karya fotografi, instalasi seni, hingga video.

LOAD, seni fotografi hasil kerja seniman Mella Jaarsma dari Yogyakart yang dipamerkan di Museum Nasional dalam rangka memperingati hari jadi PBB.

Salah satu karya menarik yang dipamerkan adalah “LOAD”, seni fotografi hasil kerja seniman Mella Jaarsma dari Yogyakarta ini menggambarkan betapa mengerikannya bumi jika tidak dilindungi dan dirawat dengan baik.

“Pemanasan global itu sangat berdampak pada bumi, Mela menggambarkan ada empat panel dalam karya fotografinya, tokoh di dalamnya menginjak bumi yang lama-kelamaan akan tenggelam. Ini menarik, ada pesan soal lingkungan dalam karya ini,” ungkap Citra.

Tak hanya itu, yang lebih menarik perhatian ada satu karya seni instalasi yang propertinya diambil dari bekas gusuran rumah di bukit duri. “Karya ini kan melambangkan Jakarta sebagai kota urban. Masalah penggusuran masih menjadi isu hangat belakangan ini. Melalui seni, seniman bisa melihat penggusuran itu sebenarnya apa? Sekarang tinggal bagaimana masyarakat menyikapinya,” ungkap Citra.

Citra yang mewakili para seniman juga mengharapkan, peringatan hari jadi PBB melalui pameran seni rupa ini menjadi momen berharga untuk mencintai kembali seni rupa Indonesia. "Karya-karya seniman kita luar biasa, tapi ironisnya itu karya-karya seniman kontemporer kita tidak dimiliki bangsa Indonesia, tapi dibeli oleh galeri seni di Singapura. Itu sah-sah saja, tapi coba bayangkan 50 atau 100 tahun ke depan, ketika lukisan-lukisan itu dipamerkan di negara A di negara B misalnya, sanggupkah kita membelinya lagi? Gak akan sanggup. Ini terjadi saat di Singapura tiba-tiba ada karyanya Raden Saleh, itu galeri Singapura gak akan lepas, karena harganya sudah tak ternilai," ungkap Citra.   

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya