Liputan6.com, Calais - Lebih dari 1.200 polisi dan pejabat di Prancis bersiap-siap untuk menghancurkan kamp para migran di Calais. Lokasi itu terkenal dengan sebutan 'Jungle' atau rimba.
Pejabat mengatakan, sekitar 7.000 orang tinggal di kamp dengan kondisi kumuh tersebut. Atas operasi itu, mereka mendapat penawaran untuk direlokasi ke sejumlah pusat pengungsian di seluruh Prancis.
Advertisement
Tapi ada kekhawatiran bahwa beberapa migran menolak untuk pergi karena mereka masih ingin pindah ke Inggris. Selama akhir pekan, terdapat sejumlah bentrokan antara polisi dan migran.
Seperti dikutip dari BBC, Senin (24/10/2016), Inggris mulai menerima sebagian dari sekitar 1.300 anak tanpa pendamping yang berasal dari kamp tersebut. Gelombang pertama kelompok itu telah tiba di Inggris di bawah "Dubs amandment" yang memberikan perlindungan bagi pengungsi paling rentan.
Badan amal membantu otoritas Prancis untuk memproses anak di bawah umur yang masih berada di kamp dengan melakukan wawancara dan menetapkan siapa saja yang harus dipindahkan ke Inggris.
Menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis, di tengah kekhawatiran keselamatan mereka, anak-anak akan dibawa ke kontainer yang diubah menjadi tempat tinggal sementara saat Jungle dibongkar.
Sebanyak 10.000 selebaran yang dikeluarkan oleh pejabat Prancis menginformasikan para migran tentang rencana penghancuran tersebut. Mereka diberitahu untuk menginformasikan dirinya ke titik penerimaan dan akan dibawa ke daerah Prancis lainnya serta diberi kesempatan untuk mencari suaka.
Sebanyak 7.500 kasur telah tersedia di sejumlah titik di seluruh Prancis untuk migran Calais. Sekitar 60 bus akan digunakan untuk memindahkan mereka dari kamp.
Mulai 25 Oktober, sejumlah alat berat akan dikirim untuk membersihkan tenda dan penampungan yang telah digunakan migran. Operasi tersebut diperkirakan akan membutuhkan waktu tiga hari.
Menteri Dalam Negeri Prancis mengatakan, pihaknya tak ingin menggunakan kekerasan. Tapi jika ada migran yang menolak pergi atau LSM yang menimbulkan masalah, polisi mungkin terpaksa campur tangan.
Jungle telah menjadi tempat tinggal para pengungsi yang sebagian besar berasal dari Afrika dan Timur Tengah, di mana mereka berupaya mencegat dan naik ke truk menuju Inggris dan tak jarang harus bentrok dengan sopir dan polisi.
Sebuah tembok sepanjang 1 kilometer yang didanai Inggris sedang dibangun di jalan utama menuju pelabuhan sebagai upaya untuk menghalangi masuknya penumpang gelap. Ditaksir, biaya pembuatan tembok itu mencapai 2 juta pound sterling atau sekitar Rp 35,1 miliar.
Pembangunan tembok yang dimulai pada bulan lalu tersebut dijadwalkan akan selesai pada akhir tahun ini.