Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan dibukanya daftar negatif investasi (DNI) sektor ritel bakal mematikan industri lokal. Pasalnya, saat ini ritel dan industri lokal belum mampu bersaing dengan ritel dan produk dari negara lain.
Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan, kondisi Indonesia berbeda jauh dengan Tiongkok dalam hal dibukanya investasi di sektor ritel bagi asing. Meski Tiongkok membuka sektor ritel untuk asing, industri dan ritel lokal sudah memiliki kualitas yang baik, sehingga mampu bersaing.
"Kalau seperti China, mereka suruh masuk (investor asing), tapi pemerintah sudah bagus, industri bagus. Kita aturan lemah, industri lemah. Di China, (rital asing) produk dari dia (produk China), sekarang di kita barangnya juga barang asing. Sekarang investor asing masuk bawa barangnya sendiri," ujar dia pada acara Rembuk Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (24/10/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dia menjelaskan, saat ini di tingkat kabupaten dan kota, memang masih banyak ritel lokal. Namun di kota-kota besar, usaha ritel mulai dikuasai oleh asing. Tutum khawatir ke depannya ritel asing ini juga akan masuk ke kabupaten dan kota.
"Untuk sekarang, di kabupaten kota masih lebih besar lokal, kalau kota besar lihat mal-mal (dipenuhi ritel asing. Karena mereka sudah bisa buka toko dengan luas 400 m2-2.000 m2 (dulu hanya boleh 2.000 m2). Ini ada izin khusus dari Kementerian Perdagangan," kata dia.
Dengan dibukanya sektor ritel bagi asing, lanjut Tutum, dirinya khawatir banyak ritel lokal yang akan mati. Sebab menurut dia, saat ini konsumsi produk-produk asing di toko ritel sudah lebih dibanding produk lokal.
"Kontribusi konsumsi ke PDB ini 56,64 persen, 35 persen konsumsi rumah tangga di Indonesia itu berbelanja di ritel modern. (Dari 35 persen) 15 persen (produk) lokal, 20 persen asing," tandas dia. (Dny/Gdn)