Liputan6.com, Bitung - Tim Penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sulawesi Utara (Sulut) menggeledah kantor Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan (Disdukcapil) Kota Bitung pada Senin, 24 Oktober 2016. Penggeledahan terkait kasus penerbitan KTP palsu bagi warga negara Filipina.
Tim yang dipimpin Kadubdit UU Jatanras Dit Reskrimum AKBP Yandri Makaminan itu tiba sekitar pukul 16.00 Wita. Mereka memasuki sejumlah ruangan di kantor tersebut, terutama di ruangan perekaman data dan pencetakan KTP, untuk mencari barang bukti.
Di sela penggeledahan, petugas sempat marah-marah dengan perilaku staf Disdukcapil karena mereka terkesan tidak kooperatif dan menutup mulut rapat-rapat. Usai tiga jam penggeledahan, tim menyita sejumlah dokumen penting, termasuk beberapa KTP yang diduga asli tapi palsu.
"Ini sebagai pengembangan untuk menemukan bukti-bukti lain terkait kasus yang kita tangani. Dan perlu ditegaskan, penggeledahan ini kita lakukan sesuai prosedur. Sebelum ke sini, kami sudah mengantongi penetapan dari Pengadilan Negeri Bitung, sehingga tidak ada hambatan apa pun," ujar Yandri.
Yandri tak memungkiri jika kasus itu berpeluang mempunyai tersangka lain. Hal tersebut sangat mungkin terjadi jika ada fakta baru yang muncul.
"Kemungkinan besar ada tersangka baru. Sebab kita terus melakukan pengembangan, termasuk penggeledahan ini," ujar dia.
Baca Juga
Advertisement
Juru Bicara Pemkot Bitung, Erwin Kontu tak mempermasalahkan penggeledahan tersebut. Dia memastikan pihaknya mendukung penuh pengusutan kasus ini.
"Pak Wali Kota sudah pernah menegaskan soal ini. Beliau menyatakan dukungan terhadap penegakan hukum yang dilakukan Polda Sulut. Jadi, tidak ada masalah sama sekali. Justru dengan adanya kasus ini, petugas yang nakal bisa ditertibkan," ujar Erwin.
Kasus ini sudah mengantongi dua orang tersangka. Mereka adalah DL alias Denis, seorang pemilik kapal yang mengurus KTP palsu, dan NS alias Nancy yang menjabat Kepala Seksi Kartu Keluarga di Discapilduk Bitung. Keduanya kini ditahan di Mapolda Sulut sejak beberapa waktu lalu.
Dari pemeriksaan dua tersangka ini, terungkap penerbitan KTP palsu ditujukan untuk 11 nelayan Filipina. Hal itu guna mengakali aturan main di Indonesia tentang penangkapan ikan, yang jelas-jelas melarang warga asing melakoninya.
Adapun untuk setiap KTP palsu yang diterbitkan, si pengurus wajib membayarkan sejumlah uang. Nominal untuk itu berkisar dari Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta. Diduga jumlah KTP palsu yang diterbitkan sudah mencapai ratusan lembar.