Sri Mulyani Minta Bantuan Susi Tarik Pajak di Sektor Perikanan

Saat ini penerimaan negara dari sektor pajak, terutama yang bersumber dari sektor kelautan masih sangat minim.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Okt 2016, 15:55 WIB
Menkeu Sri Mulyani memberikan keterangan usai sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty) di Dirjen Pajak, Jakarta, Selasa (27/9). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mengungkapkan saat ini penerimaan negara dari sektor pajak, terutama yang bersumber dari sektor kelautan masih sangat minim.

Hal ini dikatakannya karena selama ini sektor kelautan tersebut belum tertata dan terdata dengan baik. Dengan demikian, potensi ekonomi yang sebenarnya dari sektor ini belum tercatat oleh pemerintah secara keseluruhan.

"Kami minta dukungannya kepada Ibu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) untuk memberikan informasi perusahaan yang bergerak di bidang perikanan dan mutiara, karena bidang ini luar biasa ekonominya tapi penerimaan (pajak) ke negara tidak ada," papar‎ Sri Mulyani di Gedung KKP, Rabu (26/10/2016).

Untuk itu dirinya meminta kepada Dirjen Bea Cukai untuk menindaklanjuti arahan tersebut dan terus berkoordinasi dengan Kementerian KKP. Sri Mulyani meyakini, potensi ekonomi terutama di jual beli mutiara ini sangatlah besar, dengan kata lain, itu juga harus menjadi potensi pajak yang besar pula.

Menanggapi permintaan Sri Mulyani tersebut, Susi Pudjiastuti mengakui memang selama ini pihaknya masih fokus dalam pemberantasan illegal fishing. Namun mengingat hal itu sudah berjalan, dirinya menjanjikan untuk menata segala hal yang berkaitan dengan perikanan dan kelautan.

Susi juga membuktikan potensi ekonomi di hasil mutiara Indonesia saat ini sangat besar. Terbukti mutiara dari laut Indonesia menjadi salah satu produk yang memiliki kualitas unggulan.

"Ekspor mutiara Indonesia itu US$ 31.201‎, tetapi saya lihat dari data Hongkong, mereka impor mutiara dari Indonesia itu 97 persen lebih banyak dari data yang kita miliki," tegas Susi. (Yas/Zul)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya