Rapat Paripurna RAPBN 2017 Banjir Interupsi

Interupsi tersebut menjadi catatan DPR bagi pemerintah dalam pengesahan RUU APBN menjadi UU APBN 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Okt 2016, 17:07 WIB
Postur RAPBN 2017 senilai Rp 2.080 triliun dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI.

Liputan6.com, Jakarta - Kesepakatan postur Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2017 senilai Rp 2.080 triliun dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI. Agenda rapat yang dihadiri lebih dari 300 wakil rakyat ini akan mengesahkan RUU APBN menjadi UU APBN 2017.

Dari pantauan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (26/10/2016), usai Ketua Banggar DPR, Kahar Muzakir menyampaikan laporan ‎Banggar DPR mengenai Hasil Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RUU APBN 2017, rapat paripurna pembahasan RAPBN 2017 dibanjiri interupsi sejumlah anggota dewan.

Interupsi tersebut banyak ditujukan untuk Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati dan jajaran pejabat Kementerian Keuangan.

Anggota DPR dari Fraksi ‎Gerindra, Kardaya Warnika mengatakan setuju dengan RAPBN 2017 untuk disahkan menjadi UU APBN dengan catatan. Yakni pemerintah harus bekerja keras meningkatkan pendapatan negara sehingga terbuka ruang anggaran, dan menghentikan kebijakan anggaran gali lubang tutup lubang dengan utang.

"Ini bukan catatan biasa, tapi catatan kritis karena masalahnya sudah kritis mengingat selama ini realisasi penerimaan negara ‎di bawah atau jauh dari target yang ditetapkan. Dampaknya perbaikan kesejahteraan rakyat terganggu karena pemerintah selalu mengandalkan utang. Utang pemerintah naik cepat sekali," jelas Kardaya.

Catatan lain, tambahnya, pemerintah harus meningkatkan daya beli masyarakat dan proses produksi, selain membangun infrastruktur, memperbaiki kualitas pendidikan nasional, kesejahteraan guru, dan melaksanakan seluruh kegiatan perekonomian berasaskan kekeluargaan.

"Sehingga catatan ini dianggap penting dan kritis untuk segera diperbaiki pemerintah," harapnya.

Anggota DPR lain Teguh Juwarno meminta kepada pemerintah untuk menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk ambil alih aset Minarak Lapindo terkait kasus lumpur Lapindo. Kemudian membayar ganti rugi kepada para pelaku Usaha Mikro, K‎ecil, dan Menengah (UMKM) yang sudah satu dekade menderita.

"Kami prihatin ke teman-teman ‎UMKM yang sudah lebih dari 10 tahun jadi korban lumpur Lapindo. Mereka tidak dapat ganti rugi, terbebani dan akhirnya banyak dari mereka jatuh miskin serta terlilit utang. Jadi pemerintah ambil alih aset Lapindo, lalu bayarkan ganti rugi," saran dia.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay ‎menuntut janji Presiden Jokowi dihadapan Sri Mulyani. Janji mengangkat 39 ribu bidan tidak tetap menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang membutuhkan anggaran sekitar Rp 1,2 triliun.

"Mereka sudah tes secara formal tapi tidak ada kabar kelulusan dan pengumuman resmi dari pemerintah. Jadi mana janji mengangkat 39 ribu bidan tidak tetap jadi PNS," terangnya.

Lainnya, Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Michael Wattimena menyoroti masalah pendanaan infrastruktur. Katanya, investasi pemerintah melalui belanja Kementerian dan Lembaga untuk infrastruktur dipangkas. Sebagai contoh, sambungnya di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkena pemotongan Rp 14 triliun, serta Kementerian Perhubungan sekitar Rp 8 triliun.

"Sementara tagline pemerintah fokus pada pembangunan infrastruktur. Tapi buktinya di 2017 sudah terjadi pemotongan anggaran dua kali sebelum pembahasan RAPBN 2017. Baru kali ini mengalami situasi seperti ini. Mudah-mudahan tidak ada pemotongan anggaran lagi ke depan," papar dia.

Interupsi tersebut menjadi catatan DPR bagi pemerintah dalam pengesahan RUU APBN menjadi UU APBN 2017. Catatan ini diharapkan dapat menjadi perhatian pemerintah. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya