Liputan6.com, Jakarta Kubu Jessica Kumala Wongso sempat mempersoalkan tidak dilakukannya autopsi menyeluruh terhadap jasad Wayan Mirna Salihin. Namun, majelis hakim mempertimbangkan hal itu bisa dikesampingkan.
Persoalan mengenai sah tidaknya autopsi dibeberkan ahli dari kubu Jessica, yaitu ahli hukum pidana Mudzakir.
Advertisement
Dalam paparannya, Mudzakir menyebut autopsi guna kepentingan penyidikan dan penyelidikan diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap). Mudzakir menilai Perkap berkedudukan lebih tinggi dari KUHAP.
"Perkap dibuat Kapolri untuk keperluan internal institusional Polri. Sedangkan KUHAP oleh DPR. Maka secara teoritik tidak demikian. Pendapat itu harus dikesampingkan," kata hakim anggota Binsar Gultom dalam pembacaan berkas pertimbangan vonis Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Ada tidaknya sianida, kata Binsar, dapat disimpulkan dari kopi yang diminum Mirna. "Yang penting ada sianida di dalam kopi itu atau tidak. Kemudian ada tidak sianida dalam tubuh Mirna," kata Binsar.
Dalam pertimbangan majelis hakim lainnya, hakim Partahi Hutapea menyebut bahwa tidak perlu ada saksi mata dalam peristiwa tewasnya Mirna.
Majelis hakim, Partahi melanjutkan, dapat menggunakan circumstantial evidence (bukti tidak langsung) dalam memutus perkara tersebut.
"Siapa yang paling lama menguasai minuman itu, apa ada gerak-gerik mencurigakan. Bukti yang satu diperkuat dengan bukti lain kendati itu hanya menjadi circumstantial evidence," kata hakim Partahi.
Hakim juga menyinggung soal hak ingkar Jessica dalam setiap persidangan. "Tapi bukan berarti sesuka hati berkata. Akan majelis hakim nilai dan pertimbangkan secara cermat dan komprehensif," kata Partahi.
Hingga pukul 15.20 WIB, pembacaan berkas putusan masih berlangsung. Berkas tersebut setebal 377 halaman dan dibacakan secara bergiliran oleh majelis hakim.