Liputan6.com, Jakarta - Pada 2014, Taiwan terdaftar pada peringkat kedua di antara sepuluh negara teraman di dunia. Namun dalam rangka mempertahankan tingkat keamanan publik saat kejahatan dunia maya dan terorisme terus menyebar, dirasa penting untuk berpartisipasi dengan Interpol dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penegak hukum di seluruh dunia.
Menurut Komisioner Biro Investigasi Kriminal Republic of China (Taiwan), Liu Po-liang, ketidakhadiran Taiwan di Interpol mempengaruhi keamanan global.
Advertisement
"Taiwan menjadi anggota Interpol pada tahun 1961 dengan nama Republic of China, namun terpaksa mundur pada tahun 1984 karena faktor politik. Lebih dari 30 tahun telah berlalu sejak itu, dan saat ini hanya Taiwan dan Korea Utara yang dikecualikan dari organisasi tersebut," ujar Liu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/10/2015).
Menurutnya, Taiwan sangat berbeda dari Korea Utara. Fakta bahwa Taiwan menikmati hak istimewa bebas visa timbal balik dengan lebih dari 100 negara lain di seluruh dunia menunjukkan bahwa paspor ROC (Republic of China) mungkin menarik perhatian mereka yang terlibat dalam kejahatan transnasional.
"Pengecualian Taiwan dari Interpol, menghambatnya dalam memperoleh informasi intelijen serta berpartisipasi dalam seminar dan lokakarya sehingga menciptakan celah besar dalam jaringan keamanan dan kontraterorisme global.
Taiwan membutuhkan bantuan Interpol, lanjut Liu, sementara Interpol membutuhkan Taiwan guna memastikan jaringan keamanan yang komprehensif.
"Taiwan siap dan bersedia berpartisipasi dalam upaya polisi global guna memerangi kejahatan," tambah dia.
Liu memaparkan, sejak 2009 lembaga kepolisian Taiwan telah berkolaborasi dengan para kolega di luar negeri guna menyelesaikan 235 kasus. Lalu menangkap lebih dari 12.000 tersangka, yang terlibat dalam penipuan serta perdagangan transnasional obat-obatan terlarang dan orang, termasuk anak-anak -- yang terorganisir.
Meskipun polisi Taiwan terus berupaya dalam memerangi kejahatan transnasional, menurut Liu, permintaan untuk mendapatkan bantuan Interpol hanya mendapatkan sedikit dukungan. Hal itu tercermin dari hanya diperolehnya 27 respons dari 90 pertanyaan yang dibuat dalam sembilan bulan pertama pada 2016.
Padahal Liu menuturkan, dalam dunia yang dibentuk oleh globalisasi, jaringan keamanan internasional yang tidak ada Taiwan di dalamnya pasti akan mengarah pada tingginya biaya penegakan hukum yang harus ditanggung oleh semua pihak yang terkait.
Misalnya, setelah polisi Taiwan memecahkan pencurian ATM senilai 2,2 juta dolar AS yang dilakukan di dalam negeri oleh 22 warga negara asing pada bulan Juli 2016. Saat itu, ucap Liu, apakah disadari bahwa negara-negara Eropa sangat tertarik pada kasus itu.
Hal itu tercermin ketika Biro Investigasi Kriminal Taiwan diundang untuk membahasnya, pada pertemuan khusus yang diadakan oleh Kantor Polisi Eropa. "Namun polisi Taiwan tidak dapat segera berbagi informasi mengenai tersangka lainnya di tingkat eselon atas dari lingkar kejahatan ini. Kami juga tidak mendapatkan akses ke informasi intelijen yang dibutuhkan," kata Liu
Liu mengungkapkan, karena kejahatan tidak lagi tunduk pada batasan geografis, pengecualian Taiwan dari Interpol menciptakan celah besar dalam pencegahan kejahatan internasional. Sehingga menjadi keprihatinan bagi negara-negara di seluruh dunia.
"Politik seharusnya tidak mengesampingkan keamanan publik; kami mendesak Anda untuk mendukung partisipasi Taiwan dalam Interpol sebagai pengamat," tambah Liu.
"Polisi Taiwan, sebagai bagian dari masyarakat polisi global, memiliki kewajiban, tanggung jawab, kesiapan, dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam Interpol dan bekerja sama dengan pasukan polisi lain di seluruh dunia," jelasnya.
Liu menyatakan, guna menghindari isu-isu politik yang sensitif, Taiwan bersedia untuk menghadiri Majelis Umum Interpol sebagai pengamat. Meskipun partisipasi dalam acara tahunan ini tidak akan langsung mengarah pada pertukaran intelijen dengan negara-negara anggota, atau membuka akses ke database kejahatan milik Interpol, kehadiran Taiwan di berbagai pertemuan dan acara organisasi tersebut akan memfasilitasi interaksi dan mengkompensasi kekurangan dalam pertukaran intelijen saat ini.
"Hal ini bisa menjadi langkah awal guna memenuhi kebutuhan dasar, dalam kerjasama penegakan hukum transnasional, tanpa menyentuh isu-isu politik," tuturnya.
"Memerangi kejahatan adalah misi dan tanggung jawab polisi. Sebagai polisi, kita harus menembus perbedaan geografis, etnis, dan politik, sehingga masyarakat polisi global dapat bekerja sama dalam menciptakan keadilan sosial."
Liu juga mengutarakan, bahwa menumbuhkan internasionalisasi dianggap merupakan langkah penting agar Taiwan terlibat dalam perang global melawan kejahatan trans-nasional.
Negara Target Turis
Survei InterNations Expat Insider 2016 yang menunjukkan adanya lebih dari 14.000 ekspatriat global menetapkan Taiwan sebagai tujuan terbaik di dunia.
Dari data itu, sekitar 34 persen pekerja asing di Taiwan tercatat sangat puas dengan lingkungan kerja mereka, lebih dari dua kali lipat dari rata-rata rasio di seluruh dunia.
Dengan jumlah penduduk 23 juta, Taiwan merupakan pusat transportasi utama serta pusat ekonomi dan perdagangan yang penting di kawasan Asia-Pasifik.
(Artikel ini adalah opini dari Komisioner Biro Investigasi Kriminal Republic of China (Taiwan), Liu Po-liang)