Liputan6.com, Yerusalem - Untuk pertama kalinya, setelah beberapa abad, pelat batu (slab) yang oleh warga Kristen dipercaya sebagai tempat berbaringnya jasad Yesus Kristus telah ditemukan oleh para ilmuwan.
Bongkahan itu terpapar saat sedang berlangsungnya pekerjaan restorasi di Gereja Makam Kudus (Church of Holy Sepulchre), sisi Kota Tua Yerusalem, demikian menurut National Geographic.
Dikutip dari Daily Mail pada Jumat (28/10/2016), lembaran batu tersebut disimpan dalam wadah pualam setidaknya sejak tahun 1555 M.
Baca Juga
Advertisement
Fredrik Hiebert, seorang ahli arkeologi untuk National Geographic Society, mengatakan, "Pualam yang melindungi makam telah digeser dan kami terkejut melihat bahan pengisi di bawahnya."
"Nantinya ini akan menjadi analisis ilmiah berkepanjangan, tapi kami akhirnya berhasil melihat permukaan batu aslinya yang, menurut tradisi, menjadi tempat pembaringan jasad Kristus."
Tradisi Kristen menyebutkan bahwa jasad Kristus dibaringkan di atas lembaran batu yang diperoleh dari gua gamping setelah peristiwa penyaliban oleh pasukan Romawi lebih dari 2.000 tahun lalu.
Menurut Alkitab, Yesus bangkit pada hari ke tiga setelah kematian, dan para perempuan yang melayat untuk meminyaki jasadnya tidak menemukan apapun.
Lembaran batu itu berada di dalam struktur yang dikenal sebagai Edicule, suatu kata yang berakar dari bahasa Latin dan berarti 'rumah mungil'.
Edicule adalah suatu struktur yang digantungi lentera-lentera minyak, tiang-tiang, dan tiang lilin berukuran besar. Struktur itu dibangun di atas tempat yang oleh tradisi Kristen dianggap sebagai tempat sakramen urapan jasad Yesus untuk kemudian diberi kain kafan dan dikuburkan.
Struktur itu berdiri beberapa ratus meter dari tempat penyaliban Yesus.
Gereja Makam Kudus sendiri itu merupakan salah satu tempat paling suci dalam Kekristenan. Gereja itu memiliki tangga-tangga batu, ornamen-ornamen, dan banyak relung-relung gelap.
Renovasi
Walaupun dianggap salah satu yang paling suci, hal itu tidak menyurutkan saling rebutan di antara denominasi. Selama ini, denominasi gereja Katholik Roma, Orthodox Yunani, dan Armenia bertanggungjawab atas bagian-bagian berbeda dalam gereja.
Masing-masing denominasi menjaga ketat wilayah tanggungjawab mereka. Pada umumnya, para imam bertugas dan berdoa tanpa masalah, walaupun terkadang terjadi gesekan. Pada 2008, para biarawan Orthodox Yunani dan Armenia terlibat dalam baku hantam.
Tapi, kali ini, para rohaniwan mengesampingkan perbedaan-perbedaan mereka karena sama-sama merasa perlunya perbaikan bangunan. Tahun lalu, pihak kepolisian Israel sempat menutup bangunan setelah Dinas Purbakala Israel menganggapnya tidak aman. Denominasi-denominasi Kristen tersebut kemudian bergandengan tangan.
Edicule dan makam tersebut sekarang sedang menjalani restorasi yang dilakukan oleh para ilmuwan dari National Technical University di Athena, Yunani.
Profesor Antonia Moropoulou, kepala penyelia ilmiah di universitas, mengatakan kepada National Geographic bahwa sekarang ini adalah 'momen kritis' untuk melakukan restorasi Edicule.
Perbaikan sudah lama ditunggu setelah bangunan rusak akibat gempa pada 1927, tapi belum berlangsung karena kekurangan dana perbaikan sekitar US$ 4 juta.
Sejumlah donor menjadi pendukung dana, termasuk Raja Abdullah II dari Yordania dan Mica Ertegun, dan telah menyumbang US$ 1,3 juta melalui World Monuments Fund untuk mendanainya.
Di awal tahun ini, Patriarki Othodox Yunani di Yerusalem, bersama dengan Gereja Katholik Roma dan Gereja Orthodox Armenia, telah mengundang NTU untuk memimpin proyek restorasi. Tugas tersebut diharapkan tuntas pada musim semi 2017.
Gereja Makam Kudus merupakan salah satu yang tertua, dibangun pada 325 M oleh Kaisar Konstantin dari Romawi.
Struktur itu dihancurkan pada 1009 oleh Kalifah al-Hakim. Upaya restorasi dilakukan pada Abad ke-12 oleh pihak Perang Salib dan menjadi bentuk gereja itu hingga sekarang. Pada 1808 terjadi kebakaran yang menghancurkan semuanya, kecuali Edicule.
Pada 1852, penguasa Ottoman atas Tanah Suci menyodorkan kerangka kerja pernyelesaian pertikaian dalam gereja. Dengan demikian, berlakulah 'status quo' dalam bentuk perangkat hukum historis dan pengaturan pembagian wewenang yang secara ketat mengatur kegiatan-kegiatan denominasi-denominasi di dalam Gereja Makam Kudus.
Uskup Athanasius Macora, seorang biarawan ordo Fransiskan yang mewakili pihak Katolik untuk komisi antar-gereja untuk penyelesaian pertikaian Gereja Makam Kudus, mengatakan bahwa renovasi itu mungkin bisa lebih ambisius seandainya tidak ada aturan status quo yang dimaksud.
"Secara pribadi, saya ingin, kalau mungkin, menggadang-gadang alternatif yang bukan sekedar restorasi struktur yang sekarang. Tapi, karena status quo itu bersifat sangat konservatif, kami harus menerima fakta bahwa tidak akan ada perubahan apapun pada struktur yang sekarang, dan akan direstorasi sebagaimana adanya sekarang."
Walaupun begitu, seorang peziarah Italia bernama Claudio Pardini, mengatakan bahwa restorasi itu merupakan 'pertanda penting' agar gereja-gereja Kristen bersama-sama melestarikan tradisi-tradisi keimanan.
"Baguslah kalau ada yang merawat gereja-gereja sehingga kita bisa mewarisi pertanda kepada generasi mendatang, agar ada yang mereka kunjungi. Karena Kristus bukan sekedar gagasan, tapi juga suatu kisah."
Advertisement