Liputan6.com, Jakarta - Kalangan pengusaha keberatan dengan adanya iuran yang ditarik untuk mewujudkan perumahan rakyat. Menurut mereka, sumber pendanaan untuk mewujudkan perumahan rakyat tersebut dari anggaran pemerintah.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani menilai penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) memberatkan perusahaan dan pemberi kerja.
Menurut dia, pengesahan UU ini harus adil serta tidak hanya ditujukan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tetapi juga tidak memberatkan pengusaha.
Baca Juga
Advertisement
“Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat dibuat untuk mengatasi masalah, karena tidak adanya dana efektif jangka panjang untuk pembiayaan perumahan. Tapi besaran iuran yang diatur masih memberatkan pengusaha,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (28/10/2016).
Rosan berharap pemerintah tidak memaksakan beban iuran bagi pemberi kerja atau perusahaan. Sebab target kepesertaan Tapera lebih menyasar kepada MBR dan pekerja informal yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menyatakan, seharusnya sumber pendanaan Tapera berasal dari APBN-APBD atau dari sumber-sumber pembiayaan publik lainnya, yang selama ini sudah dipungut dari pelaku usaha melalui pajak.
“Pemerintah seharusnya lebih dulu mewujudkan target pembangunan satu juta rumah bagi masyarakat dan memperkuat kerja sama dengan pengembang. Pekerja formal tidak perlu dibebani iuran sebagaimana isi UU Tapera," kata Rosan.
Sebagai informasi, keberadaan UU Tapera diharapkan dapat mengurangi angka kebutuhan rumah (backlog). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka backlog mencapai 13,5 juta unit.
Sejak tahun 2015, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi backlog melalui Program Satu Juta Rumah. (Dny/Gdn)