Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai target pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 15 persen menjadi Rp 1.271,7 triliun di 2017 terlalu agresif.
Dalam situasi perlambatan ekonomi saat ini, pemerintah seharusnya mendorong industri dengan insentif fiskal bukan malah menaikkan target penerimaan pajak.
Usai Rakor Organisasi dan Keanggotaan, Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P Roeslani berpendapat dalam kondisi perlambatan ekonomi global dan nasional, tidak seharusnya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak dengan ambisius sebesar Rp 1.271,7 triliun.
"Ini masih ada perlambatan ekonomi walaupun tahun depan ada prediksi kenaikan pertumbuhan ekonomi 0,1 persen menjadi 5,1 persen, tapi tidak signifikan. Jadi menurut pengusaha target tumbuh 15 persen cukup agresif," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (28/10/2016).
Baca Juga
Advertisement
Rosan menuturkan, apabila target penerimaan tahun depan ada kekurangan (shortfall) lagi, maka potensi pemotongan anggaran atau belanja Kementerian/Lembaga bisa kembali terjadi karena pemungutan pajak tidak maksimal.
"Kalau target ini miss, akan terjadi shortfall. Akibatnya ada revisi anggaran lagi, dipotong. Karena di tengah perlambatan ekonomi, target penerimaan pajak 2017 masih cukup agresif," tegas Rosan.
Ia menyarankan, supaya pemerintah mendorong peningkatan ekspor, mendorong industri tumbuh supaya ekonomi terkerek naik dan menciptakan lapangan kerja.
"Harusnya penerimaan pajak turun sedikit, tapi bantu industri tumbuh. Dampaknya akan jangka panjang karena ada multiplier effect. Jadi jangan hanya memikirkan penerimaan saja, tapi bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa terjaga secara berkesinambungan," harap Rosan.
Target Penerimaan Pajak
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.271,7 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Patokan target tersebut naik 15 persen dari prospek pencapaian penerimaan pajak tahun ini.
Sri Mulyani mengaku, penerimaan pajak non migas 2017 sebesar Rp 1.271,7 triliun atau tumbuh 15 persen lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan setoran pajak dalam dua tahun terakhir, yakni 8,2 persen dan 9,4 persen.
"Target penerimaan pajak di tahun depan tumbuh 15 persen dari dua tahun terakhir. Ini target yang cukup besar selama dua tahun ini biasanya di bawah 10 persen," terangnya.
Menurutnya, target penerimaan pajak yang ditetapkan di APBN 2017 merupakan target yang ambisius. Sebutan ini bukan tanpa alasan karena pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kebijakan umum untuk meningkatkan basis pajak dan kepatuhan Wajib Pajak.
"Target ini ambisius karena kita mau lihat dari realisasi tax amnesty dan kemampuan melakukan identifikasi sumber pajak baru untuk mendapatkan pertumbuhan pajak terutama dari pajak non migas yang cukup respectable," tegas Sri Mulyani.
Adapun strategi Sri Mulyani untuk meningkatkan penerimaan pajak di tahun depan, adalah :
- optimalisasi kebijakan pengampunan pajak
- intensifikasi melalui penggunaan teknologi informasi
- ekstensifikasi dan penguatan basis data perpajakan melalui optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga
- memberi keringanan tarif untuk industri tertentu untuk meningkatkan iklim investasi, daya saing industri, dan mendorong hilirisasi industri dalam negeri
- revisi Undang-undang KUP, PPh, PPN, dan Bea Materai
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah juga menargetkan penerimaan perpajakan, dari setoran pajak dan bea cukai sebesar Rp 1.498,9 triliun atau 13,5 persen dari outlook realisasi penerimaan perpajakan di tahun ini sebesar Rp 1.355 triliun (termasuk dana tebusan dari tax amnesty).
Sementara target penerimaan bea cukai di 2017 sebesar Rp 191,2 triliun. Langkah yang diambil untuk mencapai target perpajakan, antara lain kebijakan tarif, penegakkan hukum, dan penindakan untuk menghindari dampak negative externality serta memacu pertukaran informasi pertumbuhan investasi, peningkatan perdagangan, dan perlindungan industri dalam negeri.
"Target perpajakan yang tumbuh 13,5 persen juga ambisius dari penerimaan pajak dan bea cukai. Namun kita lakukan hati-hati supaya tidak terlihat tidak realistis dan menimbulkan masalah yang dapat mengurangi kredibilitas," Sri Mulyani menerangkan.
Advertisement