Liputan6.com, Tidore - "Kita sedang mengalami krisis nasionalisme. Kita sedang dijajah sesama anak bangsa sendiri. Penyebab di antaranya kedudukan dan perlakuan yang tidak sama."
Demikian dikatakan Sultan Tidore, Husain Syah, pada peringatan Sumpah Pemuda, Jumat, 28 Oktober 2016 di Ternate, Maluku Utara (Malut).
"Bagaimana kita bisa makan kita punya saudara sendiri. Sekalipun itu Rp 50. Ini nyata, kita sedarah daging, satu bangsa, satu bahasa, satu Tanah Air Indonesia. Tapi kemudian kita saling memangsa sesama anak bangsa," kata Sultan Husain Syah, mengawali diskusi atau Bacarita para sultan di Malut.
Sultan ke-37 Tidore itu mengungkapkan salah satu penyebab bangsa Indonesia mengalami krisis nasionalisme karena maraknya kasus korupsi dan pungutan liar (pungli). Selain itu, perlakuan yang tidak sama antardaerah.
Baca Juga
Advertisement
"Inilah yang kemudian meruntuhkan rasa nasionalisme. Dahulu belum ada Indonesia, orang di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku sampai Papua itu mendapat kedudukan sama. Di Tobelo (Halmahera Utara), Jailolo (Halmahera Barat), Makian (Halmahera Selatan), Tidore dan Ternate mendapat kedudukan yang setara di antara sesama saudara," ujar dia.
Sultan mengisahkan perjalanan Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno. Pada 1945, Sukarno-Hatta memproklamirkan Indonesia merdeka.
"Kala itu, Bung Karno turun ke daerah-daerah, ke seluruh pelosok Indonesia. Saat itu tidak ada pesawat. Beliau sampai ke Makian, Kayoa, Ternate dan Tidore. Bayangkan saat itu tidak ada pesawat, beliau ke sini sampai tiga kali," kata dia.
"Ini menunjukkan bahwa beliau (Bung Karno) adalah sosok yang sangat memahami nasionalisme. Sampai beliau datang di semua tempat. Bahwa Indonesia itu bukan hanya di Jakarta, tapi seluruh Tanah Air. Indonesia itu ada di mana-mana. Oleh karenanya harus ada perlakuan yang sama kepada daerah," dia menambahkan.
Nasionalisme Maluku Utara
Ia menambahkan, perlakuan tidak sama inilah yang akan meruntuhkan nilai-nilai nasionalisme. Menurut Sultan Tidore, hal tersebut bukan salah masyarakat atau pemuda.
Sultan mencontohkan beberapa regulasi yang dibuat pemerintah pusat, yang dinilai telah mengikis rasa nasionalisme di daerah.
"Salah satu contoh mengenai UU tentang izin Pertambangan. Di Maluku Utara, Indonesia punya emas, nikel dan berbagai potensi perikanan di laut, tetapi izinnya harus dari Jakarta," ujar dia.
Sultan juga mencontohkan beberapa perlakuan tidak sama yang terjadi di Maluku Utara, pada golongan di satu profesi yang sama namun gaji atau upahnya berbeda.
"Kalaupun dilihat dari segi spesifikasi khusus tidak apa, tetapi perbedaan upah harus dilakukan secara adil dan merata. Persoalan-persoalan sekecil inilah yang menimbulkan kecemburuan. Ini yang akan mengancam stabilitas negara. Karena itu, negara harus adil untuk kembali memperbaiki dirinya supaya seluruh rakyat dapat merasakan kedudukan dan perlakuan yang sama," kata dia.
Sultan menegaskan, nasionalisme di Maluku Utara tidak perlu ditawar-tawar. Nasionalisme di Maluku Utara gratis dan tidak dibayar.
"Kami (Maluku Utara) mempersembahkan seluruhnya untuk bangsa dan negara. Darah dan air mata yang pernah nenek moyang kami tumpahkan untuk bangsa dan negara ini tetap kokoh dan terjaga. Untuk kami dan negeri yang dicintai ini," ujar Sultan Tidore Husain Syah.