Liputan6.com, Jakarta - Kala itu jam menunjukkan pukul 02.00 dinihari waktu setempat. Beberapa ABK yang berada di perairan Somalia tengah tertidur, usai menyantap makan malam mereka.
Tiba-tiba bunyi tembakan bertubi-tubi menghujani dek kapal, menembus kabin kapten yang berdinding kayu.
Advertisement
Semua awak kapal berhamburan, mencoba menyelamatkan diri dari serangan perompak yang membajak kapal mereka.
"Saat itu saya belum tertidur, lalu ada suara tembakan membabi buta. Teman-teman saya tergeletak tak bernyawa di lantai, darah di mana-mana. Kapten kapal juga tewas," kata Sudirman, mantan sandera perompak Somalia yang bertemu kembali dengan keluarganya hari ini, Senin 31 Oktober.
Setelah puas menembaki awak kapal, kru yang selamat dijadikan sandera oleh bajak laut tersebut.
Selama disekap, sandera hanya diberi minum sehari sekali dan makanan seadanya.
"Minum hanya sehari sekali, setengah liter. Airnya pun terkadang tak layak untuk diminum. Makanan yang diberikan pun tak jarang basi, sudah asam," ujar Sudirman mengenang kejadian pahit empat tahun lalu itu.
"Kadang kami harus mencari tikus atau hewan liar lain yang berada di hutan tempat kami disandera. Jika ketahuan, kami dihukum," kata pria asal Medan itu.
Setelah empat tahun menunggu, Sudirman bersama tiga sandera WNI lainnya, Supriadi, Elson, dan Adi Manurung, akhirnya bebas dan dapat kembali ke Tanah Air.
"Kami bekerja sama dengan Badan Intelijen Nasional dalam upaya pembebasan WNI ABK yang menjadi sandera. Pembebasannya memang bertahap dan memakan waktu yang lama. Kami telah mengupayakan semua cara," kata Menlu Retno dalam acara serah terima sandera kepada pihak keluarga di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta.