Liputan6.com, Jakarta - Ribuan buruh yang tergabung dalam Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) berencana menggelar demonstrasi depan Istana Negara. Namun, mereka dicegat petugas kepolisian di depan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Pantauan di lokasi, para massa buruh akhirnya memadati Jalan Medan Merdeka Barat. Alhasil, arus lalu lintas dari Jalan Merdeka Barat yang menuju ke kawasan Harmoni macet total. Bahkan kendaraan tidak bisa melewati jalan tersebut akibat dipenuhi massa buruh
Advertisement
Unjuk rasa dilakukan sejak Senin (31/10/2016) sekitar pukul 13.00 WIB ini. Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah tahun 2015. Buruh menuntut agar UMP dinaikan menjadi Rp 3,8 juta.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menetapkan besaran UMP 2017 sebesar Rp 3.355.750. Angka ini naik 8,25 persen dari UMP 2016 yang sebesar Rp 3,1 juta.
Buruh juga menuntut agar PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dicabut, penghapusan sistem magang, dan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. Mereka juga menolak pemutusan hubungan kerja (PHK), kriminalisasi terhadap pengurus dan anggota serikat, serta meminta pendidikan gratis.
Dalam aksinya, mereka membawa berbagai macam poster dan spanduk yang bertuliskan tuntutan mereka. Salah satunya menghapuskan sistem kerja outsourching.
Tetapi, sekitar pukul 16.50 WIB, usai membaca doa, para buruh langsung membubarkan diri dengan tertib. Jalan Medan Merdeka Barat mulai dibuka kembali.
Ribuan buruh ini awalnya berencana menggelar aksi menolak upah murah di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, siang ini. Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono meminta buruh tidak berbuat anarkis.
"Demo itu bagian dari demokrasi, jadi boleh saja. Saya hargai. Cuma saya minta jangan anarkis dan harus tertib," kata Soni di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (31/10/2016).
Soni menuturkan, Upah Minimum Provinsi (UMP) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah tahun 2015. Menurutnya, Pemda tidak bisa mengeluarkan Perda yang bertentangan dengan PP.
"Intinya, peraturan yang lebih bawah harus mengacu pada peraturan yang lebih tinggi. Tapi dalam konteks demokrasi kita hargai mereka," kata Soni.