Liputan6.com, Jakarta Minimnya tenaga kesehatan gigi di Puskesmas Beduai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, membuat kondisi kesehatan gigi dan mulut warganya buruk. Tak heran saat perawat gigi Deddy Syahrianto pada 2010 bertugas di puskesmas ini, dia mendapati hampir semua anak-anak sekolah dasar memiliki gigi berlubang.
"Saat melakukan penjaringan--ini semacam deteksi gigi dan mulut--pada anak-anak SD, kami menemukan banyak masalah gigi. Kebersihan gigi buruk sekali. Sekitar 99 persen gigi berlubang," kata pria yang akrab disapa Dedy ini saat dihubungi Health-Liputan6.com, Selasa (1/11/2016).
Advertisement
Tak ingin anak-anak di wilayah kerja Dedy memiliki kesehatan gigi dan mulut yang buruk, Dedy pun mencari cara untuk mengatasi hal tersebut. Bersama tim dari puskesmas, Dedi bergerak membuat program peningkatan kesehatan gigi dan mulut untuk anak-anak sekolah dasar di kecamatan yang terletak sekitar 180 kilometer dari Pontianak ini.
Anak-anak dari 15 SD di Kecamatan Beduai setiap bulan mendapatkan penyuluhan dari Dedy maupun petugas kesehatan dari puskesmas. Para perawat, ahli gizi, dan analis pun datang untuk bercerita tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Lalu, diakhiri dengan sikat gigi dengan benar bersama.
Di antara 15 SD yang ada, SDN 01 Beduai menjadi sekolah percontohan untuk program ini. Sekolah ini dipilih karena memiliki kepala sekolah dan guru merespons positif program ini. Selain itu, juga ada fasilitas untuk melakukan program ini, seperti sumber air bersih. Alasan ketiga adalah jarak sekolah yang hanya satu kilometer dari puskesmas.
"Jika di sekolah lain kami setiap bulan melakukan penyuluhan dan sikat gigi bersama, di sekolah percontohan tiap bulan kami melakukan hal sama serta ditambah pencabutan gigi susu serta penambalan gigi," kata Dedy.
Penurunan kasus gigi berlubang
Penurunan kasus gigi berlubang
Setelah program meningkatkan kesehatan gigi dan mulut berjalan selama empat tahun di 15 sekolah dasar di Kecamatan Beduai, pada 2014 pun Dedy melakukan evaluasi. Hasilnya, terdapat penurunan kasus gigi berlubang sekitar tiga persen.
Meski penurunan kasus gigi berlubang tak signifikan, Dedy tak menyerah. Pada 2015, ia kembali mengevaluasi jumlah anak sekolah dasar dengan gigi berlubang menjadi 89,31 persen. "Walaupun berkurangnya tidak signifikan, tapi ada penurunan-lah," tutur Dedy lewat sambungan telepon.
Pria kelahiran 16 Oktober 1979 ini juga mengatakan sedikitnya penurunan gigi berlubang mungkin terkait dengan terbatasnya jumlah tenaga kesehatan gigi di kecamatan ini. Bagaimana tidak, hingga kini tidak ada dokter gigi di kecamatan ini. Satu-satunya yang berkompeten di bidang kesehatan gigi hanya Deddy yang merupakan lulusan Program Studi Ilmu Keperawatan Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
"Jika kegiatan penyuluhan seperti itu bisa dibantu dengan tenaga kesehatan yang lain. Namun terkait dengan penambalan gigi atau pencabutan gigi itu, hanya saya sendiri yang melakukannya," tutur Deddy.
Meski begitu, ada hasil evaluasi program yang menggembirakan bagi Dedy, yakni mengenai tingkat kebersihan gigi dan mulut anak-anak SD yang awalnya di 2010 buruk, pada 2015 menjadi rata-rata baik.
"Saya senang melihat ada peningkatan kebersihan gigi dan mulut. Bila gigi dan mulut bersih ini kan terkait dengan berkurangnya juga jumlah gigi berlubang pada anak-anak," katanya.
Advertisement
Hadirkan Kartu Gigi Sehat
Hadirkan Kartu Gigi Sehat
Selama empat tahun menjalankan program peningkatan kesehatan gigi dan mulut, rupanya Dedy tidak pernah mencatat perkembangan kesehatan gigi dan mulut siswa dan siswi di sana. Maka di Februari 2015, Dedy berinisiatif untuk membagikan Kartu Gigi Sehat di SDN 01 Beduai.
"Ini semacam rekam medis gigi anak-anak. Jadi kartu gigi sehat ini bentuknya satu lembar kertas mengenai tingkat perkembangan kesehatan gigi anak. Di dalamnya juga ada riwayat tindakan atau perawatan pada gigi anak," ucap Dedy.
Dengan kehadiran kartu gigi sehat bisa diketahui tiga hal yakni:
1. Perkembangan tingkat pengetahuan gigi pada anak-anak
2. Perkembangan tingkat kebersihan gigi dan mulut anak-anak
3. Perkembangan status kesehatan gigi dan mulut anak-anak seperti status kesehatan gizi, ada tidaknya jumlah gigi berlubang, gigi yang dicabut, dan gigi yang ditambal.
Setelah setahun berjalan, hasil evaluasinya bisa diketahui. Dan yang membuat Dedy bahagia, pengetahuan anak-anak tentang kesehatan gigi dan mulut pun kian bertambah. "Dari sedang menjadi baik, lalu tingkat kebersihan dari buruk menjadi baik."
Sukses tingkat nasional
Perawat gigi satu-satunya yang jadi Tenaga Kesehatan Teladan 2016
Program peningkatan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak sekolah dasar serta adanya Kartu Gigi Sehat mengantarkan Dedy menjadi satu dari 216 Tenaga Kesehatan Teladan 2016 dari Kementerian Kesehatan pada Agustus lalu.
Dedy masuk dalam kategori perawat mewakili Kalimantan Barat. Dedy bertutur mengenai pengalamannya di Jakarta. Menurut dia, saat ia ke Ibu Kota, ia banyak bertemu dengan perawat lainnya dari seluruh Indonesia. Namun setelah berkenalan, ternyata hanya ia satu-satunya perawat gigi, sementara yang lain perawat umum.
"Bangga sama sedih saya atas hal ini. Bangga karena saya perawat gigi yang berhasil sampai tingkat nasional. Tapi sedihnya kok saya sendirian dari perawat gigi," kata ayah dua anak ini.
Ia pun berharap perawat gigi lainnya, makin banyak yang berprestasi dan berhasil masuk menjadi tenaga kesehatan teladan tahun selanjutnya.
Advertisement