Liputan6.com, Jakarta - Hawa dingin dengan suhu di bawah 15 derajat Celcius berembus kencang pada Rabu, 17 Agustus 2011 sore. Napas Sabar sudah terengah lantaran udara dingin menusuk tubuhnya, yang notabene, terbiasa hidup di alam tropis. Sabar harus berkali-kali terjatuh dan beristirahat. Sebab, cuaca dingin menjadi lawannya buat menaklukkan Gunung Elbrus.
Advertisement
Dengan sisa tenaga, Sabar terus berjalan. Dia memacu langkah dan semangatnya untuk sampai ke puncak Gunung Elbrus setinggi 5.642 meter di atas permukaan laut (mdpl). Hamparan medan salju jadi pemandangan yang terbentang di depan mata sabar. “Hambatannya itu sangat dingin,” ucap Sabar kepada Liputan6.com, Senin (31/10/2016).
Perjalanan ke puncak Gunung Elbrus menjadi tantangan pertamanya mendaki gunung dengan ketinggian di atas 5.000 mdpl. Gunung-gunung di Indonesia umumnya berada di bawah ketinggian tersebut. Menurut Sabar, bukan pekerjaan mudah untuk mendaki gunung tertinggi di benua Eropa itu. Di sepanjang perjalanan ke puncak gunung, Sabar mengaku ia berulang kali terjatuh. Pasalnya, tak mudah menapaki jalur salju hanya dengan satu kaki.
Selepas ke Elbrus, Sabar mendaki Carstenzs di Puncak Jaya, Papua. Meski berada di Indonesia, ketinggian gunung ini melebihi rata-rata. Apalagi, ada medan yang harus dipanjat. “Kita memang harus benar-benar manjat dari bawah sampai atas,” tutur Sabar. Selepas itu, Sabar melewati Gunung Kilimanjaro di Tanzania, yang memiliki trek yang panjang dan mengharuskannya terus berjalan kaki. Perjalanan itu ditempuhnya tanpa kesulitan sedikit pun.
Tantangan selanjutnya menaklukkan Aconcagua di Argentina. Misi kali ini menjadi yang terberat. Tak hanya lantaran ketinggiannya yang mencapai 6.962 mdpl, Sabar juga harus melewati medan dan cuaca yang tak bersahabat. Medan Gunung Aconcagua berbatu dan bersalju. Batuan gunung mudah terlepas. “100 meter salju, 50 meter bebatuan,” kata Sabar mengenang perjalanan.
Dalam perjalanan panjang ekspedisi itu, Sabar selalu membawa sebuah benda: tongkat perak yang sudah digunakannya sejak 2010. Tongkat itu dirancang khusus oleh Sabar dengan bahan stainless steel. Tongkat ini pula yang menjadikan Sabar berbeda dengan Mark Inglis, pendaki difabel pertama yang sampai di Puncak Everest dengan kaki palsu. “Dengan tongkat, pergerakan saya lebih lincah,” ucap Sabar.
Tongkat ini merupakan koleksi tongkat yang dimiliki Sabar sejak kaki kanannya diamputasi. Namun, tongkat stainless steel ini menjadi istimewa. Selain ringan, tongkat itu juga mampu menopang tubuhnya menjadi gesit. Bahan tongkat cukup tipis, tapi kuat sehingga lentur untuk digunakan. Tanpa disadari, Sabar menyebut, tongkat ini mengantarkan dirinya mendapat nama Gorky. Sebab, tongkat ini menjadi teman saat dirinya mengibarkan bendera Merah Putih di Puncak Gunung Elbrus, 17 Agustus 2011.
“Ini yang sudah saya pakai ke Carstenzs, Aconcagua, Kilimanjaro sama Elbrus,” kata Sabar.