2 Desa Pesisir Demak Menghitung Hari Hilang dari Peta

Banjir rob nyaris tanpa henti menggenangi dua desa di pesisir Demak.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 01 Nov 2016, 18:27 WIB
Banjir rob nyaris tanpa henti menggenangi dua desa di pesisir Demak. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Demak - Memasuki Desa Sriwulan dan Bedono di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, seperti memasuki perkampungan apung. Hal itu terjadi akibat banjir rob nyaris tak ada hentinya selama Oktober 2016.

Seluruh akses jalan menuju desa itu sudah terendam air. Akibatnya, aktivitas warga, baik anak sekolah maupun hendak bekerja, sangat terganggu.

Sari Pratiwi dan Dedi Darmadi adalah pasangan suami isteri yang turut merasakan dampak rob ini. Sari berkisah kondisi itu memaksanya melangsungkan pernikahan di tengah rob pada Mei 2016 lalu. Hingga lima bulan sesudahnya, rob tetap tak mampu ditangani Pemerintah Kabupaten Demak.

"Sekarang sudah Oktober. Nyaris tak ada hari tanpa rob," kata Sari, Senin, 31 Oktober 2016.

Selama Oktober 2016, air rob yang memasuki sebagian besar rumah warga mencapai ketinggian satu meter. Dalam sepekan, air masuk ke dalam rumah hingga lima hari. Rob selalu datang seperti minum obat, tiga kali sehari.

Menurut Setyobudi, salah satu warga, rob datang pada dini hari dan pagi hari dan sore hari. Sekolah-sekolah yang berada di kawasan terendam rob akhirnya diliburkan.

Berbeda dengan pemerintah Kota Semarang yang langsung menetapkan rob di sekitar Jalan Kaligawe sebagai darurat bencana, di Kabupaten Demak hanya menunggu penanganan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

"Pemerintah sebaiknya menetapkan status darurat bencana supaya ada bantuan bagi warga di Kecamatan Sayung," kata Setyobudi.


Sabuk Pantai

Banjir rob memaksa warga menyelenggarakan pernikahan di tengah genangan air. (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Selama ini, desa di Kecamatan Sayung yang menjadi langganan rob adalah Sriwulan dan Bedono. Menurut Kepala Desa Sriwulan, Zamroni, persoalan rob serta abrasi di wilayahnya semakin hari semakin tak terkendali.

Data di pemerintahan desa menunjukkan ada 1.200 penduduk Desa Sriwulan yang akhirnya pindah. Mereka pindah karena tak betah berkutat dengan ganasnya air asin dan berbau. Sementara, 13.000 jiwa lainnya menunggu giliran datangnya rezeki untuk bermigrasi.

"Setiap hari, mereka mengeluh kepada saya mengenai rob. Mereka menanyakan pula soal realisasi pembangunan sabuk pantai di Kabupaten Demak," kata Zamroni.

Rencana pembangunan sabuk pantai untuk menanggulangi rob sebenarnya sudah dianggarkan pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak masa Gubernur Bibit Waluyo. Namun, proyek tersebut tidak juga selesai padahal daya serap anggaran 2015 masih menyisakan sisa lebih anggaran (silpa) mencapai Rp 1 trilyun lebih.

Saat ini, desain proyek sabuk pantai sepanjang 1,5 kilometer di wilayah Desa Sriwulan diisukan masih digarap. Warga juga mendengar pembangunan sabuk pantai itu mulai dilakukan pada tahun depan.

"Kami mendapat informasi bahwa sabuk pantai di Kota Semarang bakal lebih dulu digarap. Kami minta pemerintah adil. Sebaiknya pembangunan sabuk pantai di Kota Semarang dan Kabupaten Demak dilakukan secara bersamaan," kata Zamroni.

Kondisi yang dibiarkan berlarut ini memang akan berdampak panjang. Nugroho, warga Bedono secara sarkastis menyampaikan bahwa kemungkinan besar pada 2018 nanti kode pos untuk Bedono dan Sriwulan akan dicoret dari kantor pos.

"Karena akan menjadi desa mati tanpa penghuni. Semua bermigrasi, tentu tak akan ada lagi yang berkepentingan dengan kode pos," kata Nugroho.

Rob di Bedono dan Sriwulan memang sudah terjadi menahun. Namun, semua janji untuk segera menanggulangi rob yang disampaikan setiap momentum pemilihan bupati maupun gubernur belum juga terwujud. ‎

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya