Liputan6.com, Padang - Rumah gadang. Atap runcing menghadap ke langit menjadi ciri khas rumah adat orang Minangkabau yang dengan mudah dijumpai hingga kini.
Corak bangunan ini bertahan menghiasi arsitektur di Sumatera Barat berdampingan dengan gaya arsitektur Eropa hingga minimalis yang berkembang belakangan ini. Di sejumlah daerah, rumah gadang menjadi ikon pariwisata seperti Saribu Rumah Gadang di Kabupaten Solok Selatan, Sumbar.
Arsitektur Masjid Raya Sumbar di perempatan jalan Khatib Sulaeman, Padang, juga mengadopsi pola Rumah Gadang bergaya futuristik pada bagian atapnya. Ciri khas dari rumah gadang yang mudah diingat siapa pun, yakni pola atap bagonjong.
Dalam agenda adat, gambaran terkait rumah gadang bisa ditemukan dari sebait pepatah di bawah ini: "Rumah Gadang basa batuah, Tiang banamo kato hakikat, Pintunyo banamo dalil kiasan, Banduanyo sambah-manyambah, Bajanjang naik batanggo turun, Dindiangnyo panutuik malu, Biliaknyo aluang bunian."
Intinya rumah gadang tak hanya diartikan secara ukuran yang besar. Filosofinya lebih kepada fungsinya yang besar.
Hasanadi, dkk dalam bukunya Mahakarya Rumah Gadang Minangkabau, menyebutkan, ciri khas rumah gadang terletak pada bentuk atapnya seperti tanduk kerbau atau bergonjong.
Baca Juga
Advertisement
"Pada umumnya, rumah gadang memanjang dari utara ke selatan, sedangkan bagian depannya ada yang menghadap timur dan barat," tulis Hasanadi.
Ia mengelompokkan rumah gadang dalam dua bentuk utama yang mengacu pada geografis: daerah darek (darat) dan daerah rantau. Lebih kecil, Hasanadi mengelompokkan rumah gadang dalam dua kelompok besar: ‘Rumah gadang koto piliang’ dan rumah gadang bodi Chaniago.
Kelompok besar pertama memiliki anjungan dan serambi, sedangkan kelompok kedua tidak memiliki anjungan dengan pola lantai yang rata tanpa tingkatan.
"Anjungan merupakan tempat terhormat di dalam suatu rumah yang posisinya ditinggikan beberapa centimeter dari permukaan lantai bangunan."
Dari jumlah atap gonjong, rumah gadang dikelompokkan dalam delapan tipe: rumah gadang bagonjong dua, ini difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga. Kemudian rumah gadang bagonjong empat, merupakan milik kaum yang menjadi keturunan ninik mamak penyandang gelar sako Datuk panghulu.
Ketiga, rumah gadang bagonjong lima, milik kaum penyandang gelar sako Datuak penghulu Kepala Paruik difungsikan sebagai tempat tinggal dan acara adat. Keempat, rumah gadang bagonjong enam’, milik Datuak Penghulu Kepala Suku, pegawai adat dan keturunan bangsawan.
Kelima, rumah gadang bergonjong delapan, milik keturunan bangsawan setingkat menteri pembantu raja alam. Keenam, rumah gadang panjang, tangganya lebih dari satu.
Ketujuh, bangunan istana berisi enam gonjong dan dua tambahan gonjong paranginan. Terakhir, bangunan gadang di rantau yang memanjang ke arah belakang.
Rumah adat ini menjadi identik dengan Minangkabau saat Sumbar dipimpin Gubernur Azwar Anas dengan mengeluarkan peraturan gubernur. Peraturan gubernur tersebut mewajibkan bangunan publik dan fasilitas umum beratap gonjong.