Liputan6.com, Jakarta - Tarif interkoneksi masih menyisakan polemik. Meski penetapan tarif interkoneksi belum mencapai kata sepakat, masalah sebenarnya dinilai bukan soal angka.
Dijelaskan Presiden Direktur & CEO Indosat Ooredoo, Alexander Rusli, selama ini yang diributkan adalah soal interkoneksi voice (suara). Padahal keuntungan dari layanan voice tidak sebesar data, yang saat ini sedang mengalami pertumbuhan.
"Yang saya ingatkan, ini tidak akan berdampak banyak pada "angka", baik operator besar atau kecil, tapi sebenarnya lebih ke simbol. Karena semua tahu yang kita ributkan itu interkoneksi voice, sedangkan yang pakai voice tinggal sedikit. Ini perang simbol sebenarnya, bukan angka riil," tutur Alex saat ditemui di kantor Indosat, Jakarta, Rabu (2/11/2016).
Baca Juga
Advertisement
Kendati demikian, ia berharap penurunan tarif interkoneksi ditetapkan. Pasalnya, biaya interkoneksi yang lebih rendah bisa mendorong kompetisi. "Kami optimistis akan ada perubahan. Yang pasti untuk mendorong kompetisi, ya interkoneksi harus lebih rendah," ujar Alex.
Seperti diketahui, dalam siaran pers Kementerian Kominfo No.49/HM/KOMINFO/08/2016 pada Selasa 2 Agustus lalu, pemerintah memutuskan biaya interkoneksi turun 26 persen menjadi Rp 204 menit untuk 18 skenario panggilan.
Perhitungannya ditetapkan atas masukan dari para pemangku kepentingan dan konsultasi publik demi menyempurnakan regulasi tarif interkoneksi.
Perhitungan interkoneksi ini seharusnya mulai berlaku 1 September lalu. Lantaran belum seluruh operator menyerahkan Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI) sampai waktu yang ditentukan pada saat itu, penetapan tarif interkoneksi pun ditunda.
Kemudian pada awal September, Telkom dan Telkomsel akhirnya menyerahkan DPI kepada pemerintah. Usulan DPI tersebut dievaluasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Tepat hari ini, Rabu 2 November 2016, BRTI dijadwalkan selesai mengevaluasi DPI milik kedua operator, sehingga kemungkinan tarif baru akan segera ditetapkan.
(Din/Why)