Sri Mulyani: RI Perlu Utang Baru untuk Tutupi Defisit Anggaran

Penerimaan pajak diperkirakan akan tumbuh 17 persen, apabila ekonomi tumbuh sekitar 6,1 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Nov 2016, 20:18 WIB
Untuk menjaga defisit anggaran, pemerintah memerlukan adanya utang baru.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target Presiden Joko Widodo (Jokowi) maka harus ada keseimbangan belanja pemerintah dengan penerimaan negara untuk menjaga ‎defisit anggaran. Kemudian untuk menjaga defisit ini, maka perlu adanya utang baru oleh pemerintah.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap ekonomi nasional bisa terus tumbuh di tahun depan. Bahkan ekonomi nasional ditargetkan bisa tumbuh di atas 6 persen pada 2018.

"Kita akan menyeimbangkan, karena untuk sumber pertumbuhan ekonomi yang berasal dari pemerintah dan non pemerintah. Untuk pemerintah kita memperkirakan defisit masih ada di kisaran 2,2 persen. Dan itu berarti harus ada utang baru yang akan mendanai defisit itu," ujar dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (2/11/2016).

‎Jika penerimaan negara masih seret pada tahun depan, maka potensi adanya utang baru akan semakin besar. Sebab jika pembengkakan defisit anggaran hingga 2,7 persen terhadap PDB, maka nominal defisit akan bertambah sekitar Rp 37 triliun-Rp 39 triliun, atau menjadi Rp 335,7 triliun.

"Netto-nya tidak sampai segitu (Rp 400 triliun), Rp 335 triliun. Kalau Anda bicara gross, itu kan ada pembayaran utang kembali. Jadi yang dihitung hanya yang penambahan utang baru sekitar Rp335 triliun," dia menjelaskan.

Namun demikian, jika ekonomi mampu tumbuh di atas 6 persen, lanjut Sri Mulyani, maka potensi penerimaan negara akan semakin ‎besar. Salah satunya pada penerimaan pajak yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 17 persen.

"Penerimaan pajak diperkirakan akan tumbuh 17 persen, apabila ekonomi tumbuh sekitar 6,1 persen dengan inflasi sekitar 3,7 persen," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya