Liputan6.com, London - Di tengah kondisi terdesak, ISIS mengerahkan 300 tentara bocah yang dijuluki 'cubs of the caliphate' atau anak-anak singa kekhalifahan.
Namun, taktik tersebut tak sesuai harapan organisasi teror itu. Menurut laporan kelompok hak asasi manusia, para bocah tersebut tewas dibantai setelah mereka dikirim ke zona pertempuran di sekitar Mosul.
ISIS sedang mengerahkan segala upaya untuk mempertahankan benteng terakhirnya di Irak. Sementara, pasukan pemerintah, yang dibantu militan Kurdi, dan didukung koalisi internasional terus merangsek untuk merebut Mosul.
Keputusan ISIS melakukan taktik putus asa tersebut mengingatkan apa yang pernah dilakukan Nazi: dengan mengerahkan brigade tentara anak.
ISIS diketahui mencuci otak, melatih, dan mempersenjatai ratusan anak-anak untuk bertempur di pihak mereka.
Mereka meniru cara-cara indoktrinasi yang sistematis Nazi di sekolah-sekolah dan kamp pelatihan. Para bocah kemudian dikerahkan dalam aktivitas mengerikan, misalnya menjadi algojo dalam eksekusi mati.
Advertisement
Yang terakhir, dengan mengirimkan mereka untuk menghadapi pasukan pro-pemerintah Irak mengingatkan kembali pada hari-hari terakhir Perang Dunia II, ketika Nazi mengerahkan sayap Pemuda Hitler (Hitler-Jugend) menghadapi tentara Uni Soviet yang dipersenjatai lengkap.
Syrian Observatory for Human Rights melaporkan, ratusan tentara bocah itu tewas saat pasukan pemerintah Irak mendekati Mosul.
"Hal tersebut meningkatkan jumlah kematian, setkidaknya 480 militan Suriah yang tewas di pihak ISIS sejak dimulainya pertempuran di area Mosul. Di antaranya adalah lebih dari 300 tentara bocah dari satuan 'anak singa kekhalifahan'," demikian pernyataan organisasi itu, seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (3/11/2016).
Pembantaian terhadap tentara anak, menurut Syrian Observatory for Human Rights, dilakukan oleh milisi dari suku tertentu yang berhaluan Sunni -- yang menjadikan para korban target balas dendam di sejumlah area yang direbut dari ISIS.
Amnesty International yang bermarkas di London dalam pernyataannya juga menyebut, militan dari suku Sab’awi, yang ambil bagian dalam operasi militer, melakukan tindakan kejam di luar hukum terhadap warga sipil.
Mereka memukuli warga dengan batang logam, menyetrum, menempatkan orang-orang di kandang, dan mengikat mereka ke kendaraan sebelum menyeretnya di jalanan.
"Pemerintah Irak harus mengendalikan milisi suku yang bertanggung jawab dan membawa mereka ke pengadilan," kata Lynn Maalouf, direktur riset Amnesty International yang berkantor di Beirut.
Khalifah ISIS Jadi Target
Sementara itu, pejabat senior Kurdi meyakini, khalifah ISIS Abu Bakr al-Baghdadi masih ada di Mosul.
Dalam wawancara eksklusif dengan Telegraph, Fuad Hussein, kepala staf Presiden Kurdi Massoud Barzani mengatakan, informasi tersebut didapatkan dari sejumlah sumber.
"Baghdadi ada di sana. Jika ia tewas, itu berarti runtuhnya sistem ISIS secara keseluruhan," kata dia.
Hussein menambahkan, al-Baghdadi bisa bertahan dalam persembunyiannya selama delapan hingga sembilan bulan terakhir. Namun, bos ISIS itu makin tergantung dengan para komandan di Mosul dan Tal Afar.
Keberadaannya di Mosul diduga akan membuat pertempuran lebih sengit. Sebab, kelompok militan akan mati-matian melindunginya.
"Jelas mereka akan kalah. Namun, tak diketahui seberapa lama lagi itu akan terjadi."