Liputan6.com, Plymouth, Inggris Seorang remaja menceritakan perjuangan hidup selama mengalami radang tenggorok (sore throat). Ia harus bertahan hidup dari radang tenggorok yang menggerogoti tubuhnya. Penyakitnya membuat tubuhnya membusuk dan menginfeksi darah.
Baca Juga
Advertisement
Pada awalnya Jess Lewin, yang kini berusia 19 tahun mengira ia hanya menderita sakit tenggorokan biasa. Kian lama ia tak dapat bertahan hingga akhirnya dilarikan ke rumah sakit. Pemeriksaan menemukan, radang tenggorok yang dideritanya telah menginfeksi darah dan mengancam jiwa.
Ia menghabiskan empat minggu dalam perawatan intensif. Selama perawatan intensif, Jess mengenang saat dirinya mulai tak mampu menghadapi radang tenggorok. Pada bulan April, Jess merasa tidak sehat di tempat kerjanya, tapi ia berpikir hanya perlu waktu untuk beristirahat.
Setelah beberapa hari beristirahat, kondisinya justru lebih buruk dibanding hari-hari sebelumnya. Dokter menyuruh untuk menjaga cairan dalam tubuh dan minum obat penurun panas.
Kondisi Memburuk
Rekan-rekan di kantornya mengatakan, wajah Jess begitu mengerikan. Jess merasa dehidrasi dan pusing.
"Aku merasa semakin buruk. Akhirnya, aku menulis status soal kondisiku ini di Facebook. Aku meminta pendapat teman-teman, kira-kira aku sakit apa. Tapi mereka semua hanya bilang itu flu biasa," tutur Jess, seperti yang dikutip The Herald, Kamis (3/11/2016).
Meskipun begitu, kondisi tubuhnya tak juga membaik. Suhu badan panas, muntah, rasa sakit dan nyeri membuat Jess merasa ada sesuatu yang aneh dengan sakitnya.
"Jujur saja, dalam seminggu ini aku merasa seperti dikejar waktu. Aku merasa sedang sekarat. Tapi aku tidak bisa mengatakan hal ini kepada siapa pun. Mereka akan berpikir, aku hanya mendramatisir keadaan. Sebenarnya, aku tidak bisa bangun dari tempat tidur," kenangnya.
Advertisement
Jalani Dua Operasi
Ditemani ibunya, Tina Spanton, Jess dibawa kembali ke dokter. Sang dokter merujuknya ke Rumah Sakit Derriford di Plymouth, Inggris. Setelah melakukan CT scan, Jess langsung masuk ruang operasi.
Ia dibius dan menjalani dua operasi. Operasi pertama, untuk mengangkat indung telur sebelah kiri yang terinfeksi. Operasi kedua, memasukkan trakeostomi, tabung di leher untuk membantunya bernapas.
Infeksi telah menyebar ke seluruh tubuhnya, yang menyebabkan kerusakan akut pada paru-paru, uterus, dan ovarium. Para dokter yang menanganinya mampu menyelamatkan Jess. Jess dibius selama 10 hari menggunakan mesin pernapasan. Ibu Jess mengaku, takut kehilangan anak perempuannya.
"Aku benar-benar beruntung dirawat intensif di rumah sakit. Ibuku amat cemas, katanya takut kalau aku meninggal," ucapnya.
Berjuang Hidup
Ketika Jess bangun dua hari kemudian, ia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Jess tidak dapat berbicara karena tubuhnya dipasang trakeostomi. Bahkan ia tidak bisa meminta tolong kepada siapa pun betapa sakitnya yang dirasakan.
"Ibuku ada di sana, ia menjelaskan kepadaku, aku memang benar-benar sakit. Tapi aku berjuang dengan sangat baik. Lalu aku bertanya kepada perawat, 'Kapan aku bisa pulang?' Kata Perawat, 'Kamu akan pulang pada beberapa minggu ini, tidak sampai berbulan-bulan dirawatnya," kata Jess.
Jess juga menggunakan kursi roda. Saat duduk ke kursi roda, Jess harus dibantu seorang perawat dan dua ahli fisioterapi karena dirinya begitu lemah.
"Dulu, aku adalah seorang gadis 18 tahun. Aku ketakutan hanya berbaring di tempat tidur saja. Hal ini membuatku merasa seperti perempuan tua berusia 90 tahun," tutupnya.
Advertisement