Liputan6.com, Jakarta Calon wakil gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat mengunjungi warga Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Mengenakan kemeja kotak-kotak, Djarot langsung menghampiri dan menanyakan warga apa yang menjadi permasalahan selama ini.
Namun, yang menjadi perhatian calon petahana itu adalah persoalan sampah.
Advertisement
"Ini tadi kita lihat untuk pengolahan sampahnya tidak bagus," kata Djarot di Cilincing, Jakarta Utara, Kamis 3 November 2016.
Menurut Djarot, sampah merupakan persoalan yang tidak bisa dinomorduakan di Jakarta, karena dekat dengan laut. Artinya kebutuhan tempat pembuangan sampah (TPS) sangat mendesak.
"Ketemu sama RW, kita akan bikin TPS. Karena sampah harus diangkut supaya tidak masuk ke laut. Kalau masuk laut itu sampai ke Kepulauan Seribu, makannya butuh TPS," jelas dia.
Djarot mengaku telah mengetahui isu penolakan dirinya di tempat tersebut. Dia pun meyakinkan warga bahwa dia dan pasangannya, Ahok, tidak akan asal merelokasi warganya.
Semua, lanjut Djarot, tentunya lewat pertimbangan dan kebijakan yang matang. Terkait isu penggusuran di Kampung Kali Baru tidaklah benar.
"Saya tetap dateng, kenapa? Karena ada isu, kampung sini ada yang mau gusur, siapa yang mau gusur? Justru tanggul laut ini nanti di atas tanggul dibangun rumah susun untuk nelayan," kata dia.
"Kayak kampung deret, dengan cara seperti itu, maka lingkungan sini tidak banjir, yang kedua bersih, dan kemudian jadi obyek wisata," sambung Djarot.
Menurut Djarot, dalam visi-misinya akan membangun kampung nelayan yang tertata dengan baik, yang dilengkapi pasar ikan dan wisata kuliner.
"Kita ingin membangun kampung nelayan yang indah betul, yang kemudian terintegrasi dengan pasar ikan dan wisata kuliner. Ini sudah ada di dalam visi-misi kita," kata dia.
Protes Warga
Kedatangan Djarot ke Kalibaru sempat mendapat protes dari warga. Mereka menolak kedatangan Djarot sambil membawa spanduk, serta menganggap tak berpihak pada masyarakat kelas bawah.
Warga RW 07 Kalibaru, Cilincing, Chaerudin menilai, calon petahana dinilai pemimpin dengan gaya diktator. Tak pernah mau berunding dan mendengarkan aspirasi warganya.
"Kami menolak kediktatoran kepemimpinan yang ada saat ini. Penggusuran tidak ada ganti rugi. Masyarakat harus menyewa rusun bukan hak milik," kata dia.
Chaerudin menjelaskan, warga Kalibaru gelisah lantaran ada pembangunan tanggul. Sebab biasanya setiap ada pembangunan tanggul diikuti penggusuran rumah warga.
Menurut Chaerudin, selama ini pembangunan yang digerakkan calon petahana hanya bisa dirasakan warga kelas atas atau kaya.
"Ini posisi kita terancam dengan dibangunnya tanggul dua meter. Melakukan segala sesuatu tanpa musyawarah. Pembangunan yang ada dijadikan bukan buat kita. Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, itu bukan untuk warga Jakarta," tegas dia.
Kendati, aksi penolakan berjalan damai. Sesekali warga berteriak agar kampung mereka tidak digusur. Apalagi mereka dipindah ke rusun yang jauh.
Namun polisi terus berjaga-jaga. Sampai akhirnya Djarot meninggalkan lokasi, usai membeberkan visi misinya kepada sebagian warga yang masih mau mendengarkan.
Advertisement