Liputan6.com, Jakarta Sejumlah proyek pembangkit listrik sejak 2006 hingga 2010 tidak terselesaikan. Tidak main-main, proyek ini ditargetkan membangun 7.000 megawatt.
Proyek itu dilaksanakan berdasarkan Perpres Nomor 72 Tahun 2006 dan Perpres Nomor 4 Tahun 2010. Dengan aturan itu, PLN ditugaskan membangun pembangkit listrik 7.000 MW.
Advertisement
"Sampai hari ini dari 7.000 ada 34 proyek, sampai hari ini proyek itu tidak terselesaikan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 4 November 2016.
Hal ini dilaporkan Pramono kepada Presiden Joko Widodo. Kejanggalan tersebut juga berdasarkan laporan BPKP. Dalam proyek itu juga sudah ada pembayaran Rp 4,94 triliun dan proyek itu belum selesai.
"Dari 34 proyek tersebut, ada 12 proyek yang sudah dipastikan tidak dapat dilanjutkan. Sehingga ada potensi kerugian negara yang cukup besar dari nilai kontrak sebesar Rp 3,76 triliun," tutur Pramono.
"Kemudian ada 22 proyek yang bisa dilanjutkan, tapi tentunya apa, akan ada tambahan biaya baru sebesar Rp 4,68 dan Rp 7,25 triliun. Sehingga penambahan pembayarannya cukup besar," kata dia.
Pramono menjelaskan, hal ini penting untuk disampaikan kepada Jokowi karena pemerintah saat ini memiliki program pembangkit listrik 35 ribu MW. Oleh karena itu, temuan dari BPKP tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Di sisi lain, dana tambahan untuk melanjutkan proyek pembangkit listrik ini tentu harus melalui persetujuan Presiden. Mengingat, proyek 7.000 MW berbeda dengan 35 ribu MW yang dimiliki pemerintah saat ini. Apalagi pembangunan 7.000 MW diatur menggunakan dua perpres.
"Dan tentunya Presiden memberi arahan kepada kami untuk menindaklanjuti ini dan nanti dibahas dengan PLN, kementerian terkait, agar diambil jalan keluar terhadap hal tersebut. Jadi dua hal ini akan dilaporkan kepada presiden," Pramono memungkasi.
Ancaman Jokowi
Presiden Jokowi mengancam akan melaporkan pelaksana proyek-proyek yang mangkrak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terutama proyek pembangkit listrik yang tidak bisa diteruskan.
"Kalau memang ini tidak bisa diteruskan, ya sudah, berarti saya akan bawa ke KPK," cetus Jokowi saat memimpin Rapat Terbatas mengenai perkembangan pembangunan proyek listrik 35.000 MW di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 1 November 2016.
Hal itu, menurut dia, perlu dilakukan karena menyangkut uang dan anggaran yang sangat besar, namun sampai saat ini Jokowi belum juga mendapatkan kepastian mengenai hal itu. Jokowi telah meminta laporan dari BPKP mengenai 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak 7-8 tahun.
"Ini sudah menyangkut angka yang triliunan, dan ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Apakah langsung bisa diteruskan, kalau saya lihat satu dua di lapangan kelihatannya juga banyak yang tidak bisa diteruskan, karena memang sudah hancur, sudah karatan semuanya, ini harus ada kepastian," ujar Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan capaian program listrik 35 ribu MW juga belum sesuai target yang diinginkan. Data menunjukkan 71 dari 109 proyek masih dalam tahap perencanaan dan pengadaan.
"Saya minta semuanya dibuka, dievaluasi satu per satu, sehingga kita semua bisa mengetahui di mana masalahnya, dan selanjutnya bisa segera diselesaikan di lapangan," ucap Jokowi.
Dalam pelaksanaannya, Jokowi juga mengingatkan agar dalam pembangunan proyek ketenagalistrikan tersebut, untuk mempertimbangkan penggunaan energi terbarukan.
"Kita juga beri prioritas pada geothermal, sampah, hydro, micro-hydro, karena kita harus mampu memanfaatkan seluruh potensi pembangkit listrik yang ada," tutur Jokowi.
Dia sekaligus meminta kepada BPKP untuk memastikan status 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak. Menurut Jokowi, proyek yang sudah menelan biaya triliunan rupiah ini harus dipastikan statusnya, apakah bisa dilanjutkan atau tidak.
Advertisement