Liputan6.com, Washington, DC - Pemilu presiden AS untuk mencari pengganti Barack Obama tinggal kurang dari lima hari. Namun, FBI baru saja umumkan bahwa ada potensi penyerangan Al Qaeda di hari pencoblosan pada 8 November 2016 mendatang.
Kemungkinan tersebut ada. Hal itu disebabkan karena pemilu capres kali ini merupakan pemilihan paling bersejarah sekaligus kontroversial. Dari mulai gaya Donald Trump dan retorikanya yang kasar, skandal email Hillary Clinton hingga tuduhan pihak asing--dalam hal ini Rusia-- mengintervensi pesta 4 tahunan rakyat AS itu.
Advertisement
Sepanjang kampanye, baik Donald Trump dan Hillary Clinton kerap diwarnai insiden. Meskipun, sejauh ini Trump lebih banyak 'menderita' dibanding Hillary.
Beberapa waktu lalu, seorang pemuda 20 tahun sengaja datang ke kampanye Trump dan mengatakan akan membunuh miliarder nyentrik itu.
Pria tersebut merupakan warga Inggris yang sengaja datang mengunjungi kampanye Trump pada Juni di Las Vegas. Michael Steven Sandford mencoba mengambil senjata, namun aksinya berhasil dihentikan. Ia divonis bersalah dan kemungkinan diganjar kurungan penjara 20 tahun.
Yang teranyar terjadi pada Sabtu 5 November 2016. Ada keramaian di tengah kampanye Trump di Nevada. Miliarder nyentrik itu dibawa oleh secret service ke belakang panggung.
Kampanye Hillary bukan tanpa keriuhan. Kala Presiden Barack Obama berkampanye untuk mantan lawannya, ada seorang pendukung Trump yang menyusup. Namun orang nomor satu AS itu menanganinya dengan tenang dan santai.
Melihat fenomena itu, jelas ada kemungkinan ancaman terjadi pada hari H pencoblosan.
Liputan6.com merangkup 3 ancaman mengerikan yang mungkin saja terjadi di hari pemilihan pada 8 November. Berikut daftarnya, dikutip dari berbagai sumber:
1. Ancaman Al Qaeda
Kepolisian Kota New York, New York Police Department (NYPD) dan otoritas pelabuhan atau Port Authority New York dan New Jersey telah menerima peringatan tersebut.
"Kami terus melaksanakan patroli tingkat tinggi di semua fasilitas yang kami miliki," kata Steve Coleman, juru bicara Port Authority, yang mengoperasikan bandara, terowongan, dan jembatan di sekitar New York, seperti dikutip dari Reuters.
Namun, Steve Coleman tak menyebut secara spesifik bentuk ancaman tersebut. Meski, peringatan datang bertepatan dengan ajang New York Marathon, yang digelar Minggu lalu.
NYPD mengatakan, laporan yang mereka terima kurang spesifik dan masih ditelaah.
"Kami bekerja sama dengan FBI melalui Joint Terrorism Task Force serta Biro Kontraterorisme dan Intelijen," kata pihak NYPD.
Pihak Amerika Serikat telah mengumpulkan informasi intelijen tentang kemungkinan ancaman serangan Al Qaeda pada seputar waktu pemilihan.
Sejumlah lembaga telah mengirimkan buletin pada pejabat dan aparat lokal. Demikian menurut sumber di Pemerintah AS di Washington DC.
Sumber tersebut menambahkan, level ancaman non-spesifik tersebut relatif rendah.
Sebelumnya, CBS News melaporkan bahwa pejabat intelijen telah memperingatkan otoritas lokal di New York, Texas, dan Virginia tentang kemungkinan serangan Al Qaeda pada hari Senin, sehari sebelum Pilpres AS digelar.
Gubernur Texas mengimbau warganya untuk tetap tenang. Sementara itu, pantauan langsung Liputan6.com di Miami mengatakan situasi kondusif.
Advertisement
2. ISIS Penggal Sandera AS
Sehari setelah intelijen AS memperingati akan adanya ancaman Al Qaeda di New York, Texas, dan Virginia, ISIS mengumumkan akan memenggal sandera warga AS di hari pencoblosan.
"Di hari H kalian memilih, satu persatu sandera AS dan Barat akan kami penggal," ancam ISIS.
Selain itu, kelompok teroris tersebut meminta muslim AS untuk tidak turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi 4 tahunan.
"Tak ada bedanya antara Partai Republik dan Demokrat, keduanya memiliki kebijakan menentang Islam dan muslim," tulis media ISIS, Amaq seperti dikutip dari zerohedge.
Direktur grup monitor intelijen SITE mengatakan, ada ancaman dari pengikut ISIS di AS yang akan menghancurkan kertas suara.
3. Diretas Hacker Rusia
Sepanjang rangkaian pilpres AS tak pernah lepas dari isu antara Washington dan Moskow. Ditambah dengan tuduhan AS bahwa Rusia menyerang secara siber untuk mengganggu pemilu.
Ada kemungkinan peretas menyerang proses registrasi pemilih sehingga terjadi kekacauan.
Namun, menurut CNBC, kata ahli keamanan siber, serangan Rusia dalam teknologi pemilu AS akan lebih berupa pada serangan psikologis. Hal itu disebabkan oleh rumitnya sistem dalam komputer dan server pilpres AS kali ini.
"Pemerintah federal memastikan bahwa akan sangat sulit sebuah negara melakukan serangan siber untuk menggandakan surat suara di sistem pemilu AS yang mengacu pada desentralisasi," kata pernyataan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri.
"Tak jelas apakah serangan itu akan mengubah data tersebut," kata Rahul Telang, profesor dari Carnegie Mellon University.
"Ceritanya tentang ada orang yang masuk ke sistem lebih merusak dari kerusakan nyata data itu sendiri. Ini lebih ke arah kejiwaan," lanjutnya.
Advertisement