Usul PLN untuk Wujudkan Harga Listrik Murah

Dirut PLN Sofyan Basir menuturkan, pembangunan PLTN membutuhkan waktu lama sekitar 7-8 tahun.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Nov 2016, 18:00 WIB
Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir usai mendatangi KPK, Jakarta, Senin (30/5/2016). Kedatangan Sofyan meminta pengawasan KPK terkait proyek listrik 35.000 MW. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) ingin memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nukir (PLTN), namun hal tersebut masih menunggu keputusan Pemerintah.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, dirinya ingin ada pondasi pembangunan PLTN pada masa kepemimpinannya. Namun, hal tersebut harus mendapat restu dari Pemerintah.

"Aku ingin fondasinya di masa aku. Minimal ada keinginan dulu pemerintah menyatakan ya (membangun PLTN) dalam tiga tahun ke depan," kata Sofyan, dikutip Minggu (6/11/2016).

Sofyan menuturkan, pembangunan PLTN membutuhkan‎ waktu yang lama, sekitar 7-8 tahun. Oleh karena itu membutuhkan perencanaan dari jauh hari, dengan begitu ketika dibutuhkan tambahan listrik PLTN sudah siap.

Sofyan mengungkapkan, harga listrik dari energi nuklir  jauh lebih murah ketimbang energi lain‎. Dengan begitu dapat menurunkan tarif listrik, sehingga dapat meringankan konsumen dari sisi tarif listrik, terutama golongan industri dapat lebih rendah lagi biaya produksinya.

"Itu jelas biaya murah semuanya, kapan industri maju kalau tidak pakai yang murah, mereka (industri negara yang pakai PLTN) sudah maju duluan kita masih bahaya bahaya," tutur Sofyan.

Sofyan melanjutkan, yang menjadi permasalahan pengembangan PLTN di antaranya adalah kekhawatiran masyarakat terhadap bahaya radiasi.

Padahal teknologi pengamanan nuklir semakin canggih dan negara yang gagal menggunakan energi nuklir bukan disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan, tetapi akibat  bencana alam‎ dan peperangan.

"Jujur saja selama ini masyarakat diracuni nuklir berbahaya, sampai Pemerintah tidak berani padahal di dunia ada. Yang jadi masalah (PLTN bermasalah) cuma ada tiga yaitu Jepang dua, Rusia karena senjata," tutur Sofyan.


Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya