Liputan6.com, Jakarta - Trotoar di Jakarta belum sepenuhnya ramah terhadap pejalan kaki, khususnya bagi kaum difabel. Buktinya, garis kuning atau guidance block (garis pemandu), justru menyesatkan para penggunanya.
Garis pemandu tersebut dibuat mengarah ke tiang listrik atau justru ke lubang jalanan yang dapat membuat pengguna terperosok.
Advertisement
Aris Yohanes, Ketua Karya Tunanetra (Kartunet) mengatakan, kondisi trotoar di Jakarta tidak nyaman dan berbahaya bagi pejalan kaki tunanetra seperti dirinya.
Aris menuturkan, pengalaman buruknya sebagai kaum tunanetra saat berjalan di trotoar Ibu Kota. Gara-gara garis pemandu yang dipasang sembarang, dia bahkan hampir mengalami kecelakaan lalu lintas, karena garis tersebut mengarahkannya ke jalan raya.
Belum lagi kondisi trotoar Jakarta yang multifungsi. Selain untuk pejalan kaki, trotoar juga digunakan untuk berjualan dan jalur alternatif motor bila terjebak kemacetan.
"Yang kayak gitu (garis pemandu berbahaya) banyak di kawasan Monas, Jalan Merdeka (pusat pemerintahan Republik Indonesia), dan jalan besar lainnya," ujar Aris saat dihubungi Liputan6.com, Senin (7/11/2016).
Kondisi ini sudah pernah Aris dan kawan-kawannya keluhkan pada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, awal Januari 2016. Namun, belum ada tindakan konkret dari pemerintah terkait hal ini.
Sekretaris jenderal Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus menyarankan agar Dinas Bina Marga sebagai penanggung jawab pembangunan trotoar itu memberikan sanksi tegas pada kontraktor. Dia mengusulkan pemerintah tidak membayar hasil kerja kontraktor yang pengerjaannya serampangan.
"Dengan begitu (tak membayar kontraktor), efek jera kepada kontraktor nakal bisa terwujud. Para kontraktor akan lebih fokus melakukan pembenahan di trotoar dan tak lagi melakukan pemasangan secara sembarang," kata Alfred.
Ada dua jenis garis kuning. Masing-masing memiliki fungsinya masing-masing. Ubin dengan tekstur garis lurus menandakan pengguna dapat terus berjalan. sesuai arah garis yang menonjol. Sementara ubin dengan tekstur bulat-bulat kecil menandakan pengguna jalan berhenti.
Liputan6.com menemukan beberapa ruas trotoar di mana kedua ubin tersebut dipasang sembarang. Seperti Jalan Raya Pesanggrahan, Kembangan, Jakarta Barat, dan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kedua kawasan ini baru saja selesai pemasangan garis kuning pemandu para penyandang tunanetra.
Alfred menduga buruknya pemasangan trotoar tidak lepas dari proyek kebut-kebutan. Mengingat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal tutup tahun dalam hitungan bulan. Bukan membantu masyarakat, proyek "sangkuriang" itu justru mencelakakan penggunanya.
"Padahal kalau memang terburu-buru, bisa dialihkan ke tahun selanjutnya," Alfred menjelaskan.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Jogo mengatakan, buruknya pemasangan garis kuning di trotoar karena tidak dilibatkannya kaum difabel. Dia membandingkan kualitas trotoar di negara lain yang ramah pengguna jalan.
"Dibandingkan kota besar sekelas Jakarta di dunia. Indonesia memang terburuk," Nirwono mengucapkan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal, mengatakan agar masyarakat yang mengeluh dapat melaporkannya ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar dapat cepat diperbaiki.
"Yah tinggal sampaikan saja ke PPK-nya. Nanti ya tinggal diperbaiki saja oleh kontraktornya," kata Yusmada.
Dari laporan tersebut, kata Yusmanda, PPK punya hak menahan pembayaran kontraktor sampai mereka memperbaikinya.