Liputan6.com, Balikpapan – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim masih menggelar sidang Majelis Kehormatan Etik terhadap dua dokter terlapor, yakni Ferdinando dan Mansah. Keduanya adalah dokter Klinik Muhamaddiah yang menangani proses kelahiran dan sterilisasi pasien vegetative state -mati suri- Humaida.
Sekretaris LBH Sikap Eben Marwi yang mewakili keluarga pasien menyerahkan sepenuhnya penanganan etik profesi Ferdinando dan Mansah pada sidang Majelis Kehormatan Etik IDI Kaltim. Fokus utama saat ini adalah penyembuhan Humaida yang sedang ditangani Rumah Sakit AW Sjahranie.
"Kami menyerahkan sepenuhnya keputusan pada IDI Kaltim," ujar Eben, Selasa, 8 November 2016.
Pasien Humaida mengalami mati suri selama 6 tahun terakhir usai menjalani sterilisasi di Klinik Muhamaddiah Paser. Pasien mendadak kejang-kejang hingga detak jantungnya berhenti 30 menit.
Baca Juga
Advertisement
Atas keterlambatan penanganan itu, ia diduga mengalami kerusakan jaringan otak pasien. Selama ini, pasien dinilai tidak ditangani secara serius oleh tim medis di Kaltim.
Keluarga yang sempat patah arang juga mengajukan permohonan eutanasia atau suntik mati terhadap pasien Humaida. Pasien ini sepenuhnya tergantung penuh bantuan orang lain dalam menjalani aktivitasnya seperti menelan makanan, minuman dan membuang kotoran.
Dengan kondisi tersebut, suami pasien bernama Abdul Tholib tak bisa bekerja. Sedangkan, anak-anak Humaida terpaksa dititipkan ke tetangga di Paser.
"Humaida meninggalkan lima orang anak dimana empat di antaranya duduk di bangku sekolah dasar di Paser," kata Eben.
Untuk itu, ia menuntut agar ormas Muhammadiyah selaku payung dari Klinik Muhammadiah ikut membiayai pendidikan anak-anak Humaida. Apalagi, ia mengaku sudah mengantongi janji Pengurus Pusat Muhamaddiah Yogyakarta sehubungan pendidikan empat anak Humaida.
PP Muhammadiyah meminta keluarga pasien berkoordinasi langsung dengan Pengurus Wilayah Muhamaddiyah di Kaltim. "Kami sempat menemui PP Muhamaddiyah di Yogyakarta dan mereka berjanji akan menjamin pendidikan anak anak pasien. Mereka meminta kami menghubungi PW Muhamaddiah di Kaltim sehubungan masalah tersebut," ujar dia.
Sebelumnya, Pemkab Paser berencana menyumbangkan berbagai peralatan bengkel guna mata pencarian keluarga pasien. Selama enam tahun ini, suami pasien terpaksa setiap hari mendampingi Humaida yang hanya bisa tergolek lemas di Rumah Sakit Panglima Sebaya Paser.
"Pemprov Kaltim menanggung biaya kesehatan dan Pemkab Paser memberikan alat bengkel. Hanya PW Muhamaddiyah yang belum menunjukkan niat baiknya," ujar Eben.