Liputan6.com, Jakarta - Puluhan polisi mendatangi markas Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Jalan Sultan Agung, Manggarai, Jakarta Selatan di penghujung malam. Tak lama berselang, Sekjen HMI Ami Jaya pun digiring ke Polda Metro Jaya.
Dia tak sendirian. Empat kader HMI lainnya turut ditangkap di beberapa lokasi berbeda.
Advertisement
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, kelimanya ditangkap pada Senin 7 November tengah malam. Penangkapan itu, dilakukan terhadap kelimanya terkait penyerangan terhadap aparat saat berdemonstrasi Jumat 4 November 2016, pekan lalu.
"Ada lima yang ditangkap karena penyerangan terhadap petugas saat demo 4 November," kata Awi di Polda Metro Jaya, Selasa 8 November 2016.
Mereka yang ditangkap adalah Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Ami Jaya. Dia ditangkap di markas Pengurus Besar HMI, Jalan Sultan Agung, Manggarai, Jakarta Selatan, Senin 7 November sekitar pukul 23.00 WIB.
Selain itu, Ismail Ibrahim (23). Mahasiswa di salah satu perguruan swasta di bilangan Jakarta Selatan ini menjadi buruan polisi karena tertangkap kamera menyerang aparat dengan sebilah bambu.
Saat ditangkap, Ismail berada di kediaman anggota DPD RI Basri Salama di Jalan Attahiriyah, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Dia sempat melawan dan memberontak.
Ada juga ada Ramadhan Reubun asal Maluku Tenggara. Dia beralamat di kawasan Utan Kayu Utara, Matraman, Jakarta Timur dan merupakan anggota HMI Jakarta Utara.
"Kita tangkap di tempat biliar di Jakarta Pusat," ujar Awi.
Keempat adalah MRB atau Muhammad Rijal Berkat (26) yang tinggal di kawasan Pademangan Barat, Jakarta Utara. Dia ditangkap di daerah Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. "Kelima RM atau Rahmat Muni alias Mato. Asal dari Pulau Guru dan ditangkap di Jalan Anyer No 8, Jakarta Pusat," ujar Awi.
Tidak butuh lama bagi polisi menetapkan status kelimanya. Lima kader HMI itu menjadi tersangka terkait tindak kekerasan saat aksi damai 4 November. Berdasarkan investigasi, mereka terlibat dalam upaya perlawanan terhadap petugas saat unjuk rasa kasus dugaan penistaan agama itu.
"Kelimanya statusnya sebagai tersangka. Sudah dilakukan penyelidikan," kata Awi Setiyono.
Awi menjelaskan, mereka melanggar Pasal 214 juncto 212 KUHP terkait kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap pejabat yang sedang melakukan tugas secara bersama-sama. Kini kelima kader HMI itu terancam hukuman pidana penjara selama 7 tahun.
Ada Aktor Politik?
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, penyidik akan mengembangkan hasil penyelidikan dan keterangan dari lima orang yang ditangkap semalam.
"Nanti kita akan kembangkan apakah ada kaitan dengan tokoh-tokoh yang menyuruh mereka untuk melakukan kekerasan itu," kata Tito di PTIK-STIK, Selasa 8 November 2016.
Polda Metro Jaya terus mendalami hasil pemeriksaan terhadap lima kader HMI yang menjadi tersangka kerusuhan dalam demo 4 November 2016. Penyidik terus menggali sejumlah barang bukti untuk memperkuat jerat hukum bagi kelima pelaku.
"Masih kita dalami. Tapi nanti kita menggunakan inventaris kita. Foto-foto dan video. Mereka melakukan penyerangan dengan bambu, batu terhadap petugas di lapangan," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setyono di Mapolda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa 8 November 2016.
Selain bukti tersebut, polisi sedang menyelidiki sejumlah benda yang diduga dipergunakan lima anggota HMI itu sebagai alat tindak kekerasan di lapangan.
"Terkait penemuan panah-panah, bola kelereng, mata peluru ketapel, ujung pagar, batu-batu kita dalami. Kita juga bergantung dari barang bukti video yang kita miliki," Awi menjelaskan.
Penyidik pun menelusuri alat bukti dari keterangan kelima pelaku. Termasuk kebenaran adanya arahan dari orator untuk melakukan tindak kekerasan saat kerusuhan terjadi.
"Proses masih berlanjut. Nanti kita cari benang merahnya. Yang bersangkutan mengaku terprovokasi oleh perintah mobil komando. Dilakukan oleh siapa nanti kita rekonstruksikan," pungkas Awi.
HMI Protes
Ketua Umum PB HMI Mulyadi P Tamsir menceritakan detik-detik penangkapan Sekjen HMI Ami Jaya. Dia mengatakan, ada sekitar 20an polisi yang mendatangi markas PB HMI, Jalan Sultan Agung, Manggarai, Jakarta Selatan, Senin 7 November 2016 sekitar pukul 23.00 WIB.
"Mereka tidak pakai seragam dan membawa surat penangkapan," tutur Mulyadi saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa.
"Mereka masuk ke ruangan saya dan mencari Sekjen. 'Kami mau tangkap Sekjen'," Mulyadi menirukan ucapan salah satu polisi. Saat Mulyadi menanyakan alasan penangkapan, pihak kepolisian tidak menjelaskan alasan penangkapan.
"Katanya ini (penangkapan) perintah negara. Sebagai warga negara kami pun punya hak untuk menanyakan alasan penangkapan," kata Mulyadi.
Sampai dengan Selasa siang tadi, Mulyadi belum bisa menemui lima kadernya yang ditangkap kepolisian. Begitu pula pengacara yang rencananya akan mendampingi mereka. "Katanya belum ada surat kuasanya," kata Mulyadi.
HMI lalu mengadu ke Komnas HAM. Penangkapan tersebut diklaim menyalahi aturan dan melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).
"Ada 30 personel polisi datang ke PB HMI, menyergap dengan cara paksa dan membawa Sekjen PB HMI. Kejadian terjadi pukul 24.00, terjadi keributan di dalam kantor HMI," ujar Koordinator kuasa hukum HMI Muhammad Syukur Mandar kala menyambangi Kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Jakarta Selatan, Selasa 8 November 2016.
Dia menuding, penangkapan paksa ini merupakan upaya menekan pergerakan HMI yang giat menuntut agar gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diproses secara hukum dengan adil.
"Saya melihat ini adalah upaya menekan kecilnya tensi pergerakan (HMI), sehingga kelompok yang dianggap kritis soal pernyataan Ahok itu kemudian mengambil posisi untuk tidak bergerak," tuding dia.
HMI juga menegaskan tidak akan gentar pasca-penangkapan paksa kelima kadernya. Malahan, HMI siap bergerak dengan jumlah massa yang banyak.
"Kami tidak pernah kapok dalam urusan begituan, urusan umat urusan negara. Tidak mungkin kita akan kendor. Satu orang diganggu dengan cara tidak manusiawi, itu membuat ribuan orang bergerak," tegas dia.
HMI sebelumnya telah membantah tudingan sebagai kelompok yang memantik kerusuhan di tengah demonstrasi 4 November. Organisasi kemahasiswaan ini berdalih ada orang tidak dikenal menyusup ke barisan aksi mereka.
"Kericuhan terjadi bakda Isya yang dipicu oleh massa yang tidak dikenal oleh kader HMI, dari mana asalnya dan siapa pemimpinnya masuk di barisan depan masa HMI, kemudian ribut dengan aparat sampai akhirnya aparat kepolisian menembakkan gas air mata," kata Ketua Umum PB HMI Mulyadi P. Tamsir dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu 5 November 2016.
Massa HMI, Mulyadi melanjutkan, mereka membubarkan diri ke belakang dan tidak kembali lagi ke depan Istana Merdeka. "Setelah itu baru terjadi kebakaran yang kami tidak tahu siapa pelakunya dan apa yang terbakar," ujar Mulyadi.
Mulyadi mengatakan massa HMI saat itu berada di posisi depan di barisan aksi. Dia berdalih massa HMI terjepit saat hendak mundur bakda Magrib.
Namun karena posisi HMI berada di barisan paling depan, membawa mobil komando dan satu mobil Innova, maka tidak dimungkinkan untuk mundur. Sehingga kita duduk-duduk di sekitar mobil menunggu aksi selesai," kata Mulyadi.
"Massa aksi HMI hanya beratribut bendera kecil dengan tiang bambu belah sepanjang 1,2 meter, sehingga tidak mungkin menjebol barikade polisi," dia menambahkan.
Sementara itu, empat anggota Komisi III DPR RI mendatangi Direktorat Reserse Umum Polda Metro Jaya. Kedatangan mereka dalam rangka memenuhi imbauan Kapolri Jendral Tito Karnavian agar DPR mengawal kasus kerusuhan demo 4 November.
Arsul Sani dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengatakan, kedatangan sekaligus melihat kondisi lima orang mahasiswa yang merupakan kader HMI itu. "Antara lain terkait penetapan beberapa mahasiswa (jadi tersangka)," jelas dia.
Arsul mengatakan, Komisi III tidak menemukan adanya pelanggaran petugas saat menjalankan pemeriksaan kepada lima kader tersebut. Perlakuan yang didapat kelima tersangka sudah sesuai prosedur dan kondisi mereka dipastikan baik-baik saja.
"Pemeriksaan biasa-biasa aja. Sudah dikasih makan dan malah pada ngerokok. Kami saja tidak kuat dengan ruangan rokok," jelas Arsul.
Arsul dan tiga anggota Komisi III yang turut hadir, menolak berkomentar banyak terkait penangkapan tersebut. Meski merupakan alumni dari organisasi tersebut, Arsul mempersilakan pihak kepolisian untuk memproses kasus itu.
Advertisement