Liputan6.com, Jakarta Panduan dalam memberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) pada bayi berumur enam bulan telah ditetapkan oleh WHO Complementary Feeding Family Food for Breastfed Children sejak tahun 2000.
Di dalam panduan itu tertera bahwa setelah berumur lebih dari enam atau 12 bulan, anak membutuhkan MPASI guna mengisi selisih kebutuhan gizi yang tidak dapat dipenuhi hanya dari ASI saja.
Advertisement
Damayanti Rusli Sjarif dari Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik dari RSCM menjelaskan bahwa semakin bertumbuhnya bayi maka kebutuhan ASI-nya akan lebih sedikit sehingga anak harus mendapatkan nutrisi tambahan dari MPASI.
"Makanan pada saat awal kehidupan itu menjadi penting karena akan memengaruhi pertumbuhan otak dan kecerdasan dia di sekolah sampai mencari pekerjaan, lalu perawakannya, dan metabolik tubuhnya," ujar Damayanti dalam Seminar & Talkshow Interaktif Makanan Pendamping ASI oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia di Hotel Bidakara, Rabu (9/11/2016).
Di zaman modern ini, ibu tak perlu repot mengelola MPASI dari bahan-bahan pangan yang tersedia. Sudah tersedia MPASI dalam bentuk bubuk instan, MPASI siap santap, MPASI siap masak, dan MPASI biskuit.
Bercermin dari kasus beredarnya produk MPASI yang tidak memenuhi persyaratan pada September lalu, Kepala BPOM RI, Penny Kusumastuti Lukito menyarankan agar para ibu memilih MPASI dari bahan-bahan alami. [Baca juga: Kronologi Peredaran Makanan Bayi 'Bebiluck' Versi BPOM]
"Mengingat bayi yang masih rentan, MPASI ini menjadi perhatian khusus bagi Badan POM. Selain kami terus melakukan pengawasan dan evaluasi, kami juga ingin mendorong ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah makanan sendiri dari bahan-bahan yang fresh," ujar Penny.
Damayanti juga menegaskan bahwa MPASI yang diolah oleh industri sudah menerapkan aturan yang ketat oleh para ahli gizi di dunia.
"Setiap tahunnya seluruh ahli nutrisi di dunia selalu berunding untuk menetapkan nutrisi dalam MPASI. Yang perlu diketahui, MPASI olahan itu tidak boleh ada pengawet, perisa, dan pewarna," kata Damayanti menekankan.