Liputan6.com, Jakarta - Konferensi pers Buni Yani bersama pengacaranya Senin lalu, 7 November 2016, dinilai relawan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Badja) sebagai aksi cuci tangan. Mereka menegaskan, Buni Yani seharusnya juga diperiksa.
"Kami menuntut Buni Yani diproses secara hukum dan diadili, serta mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Ketua Umum Komunitas Advokat Basuki-Djarot (Kotak Badja), Muannas Alaidi, di markas Badja, Jalan Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2016).
Advertisement
Muannas menjelaskan, Buni Yani awalnya sudah diperingatkan berkali-kali untuk merevisi transkrip karena salah dan fatal, serta meminta maaf.
"Namun apa yang dilakukannya? Dia ngotot tidak mau salah. Bahkan dalam pertemuan langsung dengannya, saya tidak pernah dengar dia ngaku salah. Ini adalah kesengajaan memalsukan transkrip dan beritikad jahat," tegas dia.
Muannas pun mempertanyakan mengapa pada acara ILC TVone, Selasa 1 Oktober 2016, dia mengaku salah telah menghilangkan transkrip kata 'dipakai'.
"Dia (Buni Yani) malah menyebut ada pihak yang menuntutnya agar minta maaf. Seperti Pak Basuki, korban fitnahnya. Lalu Buni Yani malah membalas dengan kata tidak pantas," tegas dia.
Kotak Badja telah melaporkan Buni Yani, karena sengaja menyebarluaskan konten transkrip video yang diduga palsu dan hasil editan, hingga menyebabkan keresahan masyarakat.
"Kami sudah laporkan sesuai Pasal 28 ayat (2) Junto Pasal 45 Ayat (2) UU No 11 Th 2008 tentang ITE," tandas Muannas.
Nama Buni Yani belakangan ini menjadi perhatian banyak pihak. Dia dikaitkan dengan kontroversi ucapan gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait Surat Al Maidah 51.
Buni Yani menegaskan, dirinya tidak berafiliasi dengan partai politik manapun dan juga tidak ada maksud untuk menyebarluaskan kebencian.
"Ini perjuangan saya. Ingin menunjukkan yang berdemo, saya ingin menegakkan keadilan," ucap Buni di Jakarta, Senin 7 November 2016.