Liputan6.com, Jakarta Kemenangan Donald Trump di Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) menimbulkan kecemasan dengan nasib ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam. Kinerja ekspor nasional diprediksi kian suram karena kebijakan Trump yang lebih proteksionis menjaga industri dalam negeri.
Pengamat ekonomi dari Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan kebijakan Donald Trump sangat konservatif dan proteksionis. Trump menjanjikan 25 juta lapangan pekerjaan baru dalam 10 tahun, mendorong industri manufaktur, memangkas pajak perusahaan dalam rangka menarik investasi masuk ke AS, serta agresif dalam pengenaan tarif impor.
Advertisement
"Dampaknya ke perdagangan atau ekspor yang berasal dari negara eksportir terbesar ke AS, yakni China dan Meksiko. Karena Trump ingin melindungi pasar AS yang besar, terutama dari serbuan barang manufaktur asal dua negara tersebut," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (9/11/2016).
Kebijakan tersebut, diakui Faisal, tidak mustahil juga diberlakukan untuk negara lain yang mengandalkan ekspor ke AS, seperti Indonesia. Menurut dia, Indonesia mempunyai produk manufaktur ekspor unggulan yang laris manis di pasar AS, yakni pakaian jadi atau tekstil dan alas kaki.
Sementara produk ekspor lainnya, seperti karet, produk perikanan, tarifnya sudah nol persen. Untuk produk manufaktur dikenakan tinggi di atas 10 persen. "Yang non-manufaktur tidak terlalu berpengaruh, tapi buat ekspor produk manufaktur kita akan sangat terdampak," kata dia.
Sejak beberapa tahun lalu dengan kebijakan AS yang masih longgar, diakui Faisal, kinerja ekspor Indonesia pun mengalami pelemahan karena perlambatan ekonomi dunia. Apalagi jika AS menerapkan kebijakan proteksionis, maka kinerja ekspor Indonesia bakal makin suram. Imbasnya tentu ke pertumbuhan ekonomi nasional.
"Selama ini ekspor sudah terkontraksi, ditambah bila kebijakan proteksionis diterapkan, maka penetrasi ekspor ke AS atau negara lain lebih suram. Karena daya saing produk kita juga sudah kalah dari Vietnam," katanya.
Dengan insentif dan pemangkasan pajak badan, Faisal menambahkan, akan menjadi daya tarik bagi investor menanamkan modalnya di AS dalam bentuk investasi riil, meskipun investasi portofolio, pemilik dana bisa saja kabur dan memilih berinvestasi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
"Kalau kebijakan penciptaan lapangan kerja dan lainnya sukses seperti yang dijanjikan dalam kampanye Trump, maka lebih mudah bagi The Fed menaikkan suku bunga acuannya sehingga uang lebih gampang masuk ke AS," ucap Faisal.