Liputan6.com, Austin - Donald Trump telah terpilih menjadi Presiden ke-45 Amerika Serikat. Namun kemenangan pebisnis asal New York itu membuat sejumlah pihak terkejut sekaligus khawatir, khususnya kaum minoritas di AS, termasuk muslim.
Pasalnya, Trump menyatakan salah satu komentar paling kontroversial pada masa kampanye Pilpres AS. Ia menyerukan bahwa dirinya akan melarang muslim untuk memasuki Amerika jika dirinya terpilih menjadi presiden.
Terlepas dari serius atau tidaknya Trump mengungkapkan pernyataan tersebut, sebagian besar muslim telah dibuat khawatir. Kecemasan itu bukan tak beralasan.
Pada Desember lalu, ia mendukung diadakannya pengawasan khusus untuk masjid. Trump juga menyarankan secara terbuka untuk membuat database guna melacak semua muslim Amerika. "Kita harus waspada," ujar dia kala itu.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, Trump juga pernah bersitegang pada Juli lalu dengan orangtua Humayun Khan, tentara muslim AS yang meninggal akibat terkena ledakan bom bunuh diri di Irak.
Tak mengherankan jika Muslim Amerika merasa khawatir atas sikap Trump tersebut. Dikutip dari The Guardian, Kamis (10/11/2016), seorang muslim asal Texas, Wardah Khalid, mengatakan bahwa seluruh orang di komunitasnya merasa terkejut dengan kemenangan mantan bos kasino itu.
"Aku tak pernah mengira bahwa ini akan terjadi--Aku pikir rakyat Amerika tak akan membiarkan Trump menjadi presiden. Ini merupakan mimpi buruk banyak orang yang jadi kenyataan," ujar Khalid.
"Ada banyak emosi berbeda di antara muslim hari ini--para siswa menangis karena mereka takut akan saudaranya, atau mereka khawatir menggunakan penutup kepala di tempat umum," imbuh dia.
Khalid juga mengaku khawatir akan tumbuhnya sentimen negatif karena Trump, daripada apa yang benar-benar ia lakukan.
Muslim lain dari Ohio, Reem Subei, mengaku bahwa kedatangan Trump di Gedung Putih akan membuat orang-orang yang rasis menjadi lebih berdaya dan memungkinkan bahwa mereka akan mendiskriminasi dirinya.
"Aku menutupi rambutku dan memakai hijab dan terlihat menonjol ketika berada di jalan. Setiap orang selalu ramah kepadaku dan aku tak mengalami diskriminasi, tapi aku sekarang bisa merasakan bahwa dunia hancur di depan mataku," kata Subei.
Ia juga mengaku melihat adanya perubahan semenjak Trump memulai kampanyenya, di mana orang-orang lebih vokal mengatakan bahwa muslim tak diinginkan.
"Orang-orang tak malu untuk membuat pernyataan menghina tentang setiap kelompok karena merasa diperkuat olehnya (Trump). Mereka sekarang berpikir: jika dia mengatakan hal seperti ini dan memenangkan Pilpres AS, mengapa orang-orang lain tak boleh berbicara seperti itu?" ujar Subei.
Tak hanya Khalid dan Subei, banyak muslim Amerika yang juga merasa tak aman mengenakan hijab atas terpilihnya Trump menjadi Presiden AS.
"Temanku yang memakai hijab: Aku takut. Aku benar-benar merasa kepalaku menjadi sasaran. Pemilihan Presiden sangat berbeda bagi banyak dari kita," tulis @Ezaffar dalam Twitter-nya seperti dilansir Evening Standard.
Akun Twitter @yoitsaxia juga mencuit hal serupa. "Sebagai perempuan muslim yang memakai hijab dan tinggal di New York City, aku sangat takut atas keselamatan diriku dan keluargaku."
Sementara itu akun Twitter @_ItsFatimah menyebut bahwa dirinya tak akan takut dengan Donald Trump. "Aku merupakan muslim yang bangga. Aku bangga memakai hijab. Aku mungkin takut akan keselamatanku, tapi aku tak akan membiarkan diriku takut dengannya."