Liputan6.com, Putrajaya - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengizinkan militer Indonesia dan Malaysia memasuki perairan negaranya untuk mengejar kelompok militan Abu Sayyaf. Pernyataannya itu merupakan hasil kesepakatan di antara pemimpin tiga negara.
Sikap Duterte itu disampaikan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. Menurut New Straits Times seperti yang dilansir dari Asian Correspondent, Jumat (11/11/2016), PM Najib menegaskan, dalam lawatannya ke Malaysia, Duterte telah memberikan "lampu hijau" untuk mengejar kelompok militan yang kerap melakukan penculikan terhadap awak kapal.
Advertisement
"Filipina telah menawarkan kerja sama trilateral ke Malaysia dan Indonesia untuk mengejar pelaku kriminal yang memasuki perairan Filipina. Jika pihak berwenang menghentikan upaya pengejaran, para penculik dapat lolos," ujar PM Najib usai mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Duterte.
"Jika para pelaku kriminal memasuki batas maritim Filipina, pihak berwenang Malaysia dan Indonesia hanya perlu menginformasikan Angkatan Laut Filipina untuk terus mengejar mereka. Pihak berwenang Filipina pun akan membantu proses pengejaran," imbuhnya.
Diumumkan lebih lanjut oleh Najib, Menteri Pertahanan Malaysia, Indonesia, dan Filipina akan bertemu di Vientiane, Laos pada 22 November untuk menetapkan prosedur operasi standar.
Pendekatan baru ini disebut Najib merupakan langkah praktis untuk mengatasi masalah utama keamanan yang melanda ketiga negara ini.
Setidaknya 10 warga negara Malaysia dilaporkan telah diculik di lepas pantai Sabah pada 2016. Saat ini lima di antaranya masih ditawan. Begitupun dengan Indonesia, sejumlah WNI pernah ditawan kelompok itu sementara saat ini dua orang yang diketahui masih dijadikan sandera dan masih diupayakan pembebasannya oleh pemerintah.
Kelompok militan Abu Sayyaf kerap beroperasi di Jolo dan wilayah Kepulauan Basilan, Filipina dikenal melalui berbagai peristiwa penculikan warga negara asing. Tujuan mereka tak lain untuk meminta uang tebusan. Tak jarang ketika gagal mendapat yang mereka inginkan, kelompok ini memenggal kepala tawanan mereka.
Semenjak menjabat sebagai presiden, Duterte telah meningkatkan operasi militer untuk membasmi kelompok ini dari benteng-benteng pertahanan mereka di Pulau Sulu dan Kepulauan Basilan.