Liputan6.com, Bandung - Dua banjir bandang parah menimpa Kota Bandung hanya dalam sebulan. Jalan Pagarsih menjadi kawasan terparah, selain Pasteur dan Gedebage. Total sudah empat mobil warga terseret arus banjir bandang saat diparkir di daerah itu.
Banjir bandang juga menyebabkan nyawa Ade Sudrajat tewas setelah terbawa banjir saat berusaha menolong rekannya pada 24 Oktober 2016. Total kerugian akibat banjir bandang jilid I bahkan mencapai Rp 16 miliar.
Kepala Badan Geologi Ego Syahrial mengungkapkan analisisnya atas bencana banjir yang menerjang Kota Bandung. "Pergerakan tanah pemicu? Ya sudah pasti bergerak, tapi ini kita mapping seluruh kejadian banjir yang ada di Jabar, terutama Bandung. Ini hulunya kan sudah rusak. Jadi sudah terkikis, alih fungsi lahan yang harusnya jadi daerah serapan," kata dia, Jumat (11/10/2016).
Faktor lainnya adalah adanya pendangkalan aliran sungai. Hal itu disebabkan kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti membuang sampah dan meninggali lokasi yang semestinya menjadi daerah resapan air.
"Memang masyarakat kita sudah banyak yang tinggal di alur jadi menyempit. Jadi, kombinasinya segala macam, kombinasi pendangkalan penyempitan plus juga curah hujan yang di atas normal," kata Ego.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, analisis itu sudah disampaikan kepada Pemkot Bandung sejak beberapa tahun yang lalu agar pihak terkait bisa mengantisipasi terjadinya banjir. Bahkan, laporan tersebut sudah disampaikan sekitar 5-10 tahun yang lalu.
"Tapi, kejadiannya berulang-ulang. Memang susah menyetop masyarakat tinggal sekitar alur sungai, pendangkalan, ini yang susah," keluh dia.
Ego menyampaikan upaya perbaikan perlu dilakukan berbagai sektor dan pencegahan tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan kinerja Pemkot Bandung, melainkan diperlukan sinergi dengan Pemprov Jabar serta warga.
"Kita harus bersama-sama mengarusutamakan pengurangan risiko bencana. Kalau bisa, kita bersama-sama masyarakat harus jadi gerakan massal sadar terhadap bahaya bencana," kata dia.