Bangun Infrastruktur, RI Harus Punya Pusat Kemitraan Swasta

Skema public private partnership (PPP) sebenarnya telah dijalankan di banyak negara di dunia.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Nov 2016, 13:25 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Untuk mengatasi masalah dana dalam pembangunan infrastruktur di dalam negeri, pemerintah mengajak pihak swasta untuk ikut serta melalui skema kemitraan atau sering disebut dengan public private partnership (PPP). Namun penerapan skema ini di Indonesia dinilai masih menemui banyak kendala.

Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bastary Pandji Indra mengatakan, penerapan skema PPP di Indonesia masih memakan waktu yang lama. Hal ini terkait dengan proses pengurusan dokumen, pelaksanaan tender dan lain-lain.

"Selama ini skema PPP pasti lama. Jadi lebih senang tunjuk langsung BUMN, lebih senang pakai APBN," ujar dia acara Indonesia Infrastructure Week 2016 di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (11/11/2016).

Dia menjelaskan, skema public private partnership sebenarnya telah dijalankan di banyak negara di dunia. Dan skema tersebut berhasil mempercepat proses pembangunan infrastruktur di negara-negara tersebut‎, salah satu contohnya di Thailand.

"Contoh di Thailand, mereka ada yang namanya PPP Fast Track. Itu mempercepat proses pengurusan dokumen dari 2 tahun jadi 9 bulan.‎ Jadi project preparation dilakukan 3,5 bulan, project proposal 4 bulan, private selection 1,5 bulan,‎" kata dia.

Bastary mengungkapkan, selain Thailand, negara lain seperti Inggris, Malaysia, Filipina, ‎Korea hingga Afrika Selatan juga melakukan hal yang sama. Bahkan negara-negara tersebut memiliki badan khusus seperti PPP Center yang mengurus skema ini.

"Di Malaysia, infrastruktur public private partnership ini sudah‎ 824 proyek.‎ Kita masih jauh, padahal peluangnya di Indonesia ada ratusan proyek‎. Kanada punya PPP Canada, kemudian Filipina, UK dengan UK Partnership, korea ada, afsel ada, mereka punya PPP Center," jelas dia.

Menurut Bastary, Indonesia juga harus mempunyai badan yang sama seperti negara-negara tersebut. Jika perlu, badan ini berada langsung di bawah Presiden agar memiliki kekuatan untuk mempercepat proses pembangunan infrastruktur di Indonesia.

‎"Untuk semua kementerian sepakat tunduk pada kebijakan PPP ini, tapi tidak ada yang mengkomando. PPP Center harus di bawah presiden, supaya menteri, dirjen, direktur nurut. Harus punya power," tandas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya