Liputan6.com, North Dakota, Amerika Serikat Anda boleh percaya atau tidak, anak muda yang lahir di era milenial saat ini memiliki pasangan seksual lebih sedikit dibanding generasi sebelum terjadinya baby boomers. Sebuah jaringan televisi populer di North Dakota, Amerika Serikat menunjukkan, kaum milenial sekarang tidak banyak yang berhubungan seks akibat pengaruh smartphone (ponsel pintar).
Baca Juga
Advertisement
Tayangan televisi dan perbincangan radio soal seks juga mempertanyakan, mengapa kaum milenial tidak banyak yang melakukan hubungan seks.
"Ketika memberitahu orang-orang kalau aku perawan, aku pikir mereka akan percaya. Ternyata ekspresi mereka seperti 'Kau bercanda, itu tidak mungkin benar kan," ujar gadis berinisial 'J' dalam sebuah acara televisi, seperti yang dikutip WDAY 6, Senin (14/11/2016).
'J' mengakui, ia tidak tersinggung mendengar tanggapan orang yang tidak percaya dirinya masih perawan. Sebaliknya, ia mengharapkan orang-orang menghargai apa yang dipilihnya.
Sebuah studi Archives on Sexual Behavior, rata-rata kaum milenium memiliki delapan pasangan dibandingkan generasi X yang punya 10 pasangan dan 11 pasangan bagi orang-orang yang lahir di era Baby Boomers.
Penurunan aktivitas seksual yang melanda kaum milenial menarik perhatian Karen Branden, seorang profesor yang ahli di bidang perilaku seks. Karen yang mengajar mata kuliah perilaku seks berpikir, kaum milenial layaknya generasi lain yang mencoba menemukan ciri khas mereka.
Ada juga pendapat, anak muda yang lahir di tahun 90-an lebih banyak berhadapan dengan smartphone, potensi aktivitas seksual menjadi tidak aktif akan besar. Mereka tidak melakukan hubungan seksual secara intens bersama pasangannya.
Di era milenial pun lebih banyak wanita memilih berlomba-lomba mencapai pendidikan yang lebih tinggi.
"Aku mengamati, kaum milenial sekarang lebih fokus mengejar karier dibanding seks di atas ranjang," lanjut 'J'.
Para peneliti masih meneliti, keterkaitan antara jumlah pasangan seksual yang sedikit, hubungan seksual yang tidak intens, dan tingkat perceraian. Apakah ketiga faktor tersebut akan menurunkan tingkat perceraian pada generasi selanjutnya. Peneliti meyakini, hal itu mungkin saja menjadi kenyataan.