Donald Trump Picu Laju IHSG Lesu dalam Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 2,4 persen dalam periode pekan kedua November 2016.

oleh Agustina Melani diperbarui 11 Nov 2016, 20:54 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu sepanjang pekan kedua November 2016. Hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang mengejutkan pasar menjadi pendorong tekanan IHSG. Donald Trump unggul suara dengan pesaingnya Hillary Clinton dalam perolehan suara pemilihan presiden AS

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, pemilihan Presiden AS menjadi kunci utama yang berdampak perdagangan baik obligasi dan saham pada pekan ini.

IHSG turun 2,4 persen dari level 5.362 pada Jumat 4 November 2016 menjadi 5.231,97 pada Jumat (11/11/2016). Investor asing pun melakukan aksi jual sekitar US$ 166 juta atau sekitar Rp 2,18 triliun (asumsi kurs Rp 13.166 per dolar Amerika Serikat).

Analis PT Reliance Securities Lanjar Nafi menuturkan, pergerakan IHSG menguat di awal pekan berkurang lantaran pesimisme investor melihat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada akhir pekan ini.

Data ekonomi Indonesia yang keluar pada pekan ini tidak begitu baik. Tingkat penjualan eceran dan indeks harga properti turun signifikan.

Laporan Ashmore Assets Management Indonesia menyebutkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia turut mempengaruhi gerak IHSG. Tercatat, ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen pada kuartal III 2016. Angka ini di bawah harapan sekitar 5,1 persen.

Indonesia pun rentan aksi jual lantaran kepemilikan asing di obligasi pemerintah cukup tinggi mencapai 39 persen. Hal itu mengingat imbal hasil surat berharga Amerika Serikat atau US treasury naik. Namun, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia naik menjadi 7,9 persen dari 7,3 persen pada pekan sebelumnya.

Perdagangan obligasi pun dipengaruhi kemenangan Donald Trump atas Hillary Clinton dalam pemilihan presiden AS 2016. Dalam hitungan electoral, Donald Trump memenangkan 290 suara sedangkan Hillary Clinton sekitar 228.

Kemudian apa saja yang perlu dicermati ke depan. Salah satunya imbal hasil treasury atau surat utang Amerika Serikat (AS). Imbal hasil US treasury naik 2,1 persen.

Kenaikan imbal hasil tersebut didorong ada harapan kenaikan inflasi yang dipicu oleh keinginan presiden terpilih AS Donald Trump. Dalam pernyataan Donald Trump menargetkan ekonomi tumbuh 3,5 persen-4 persen.

Untuk mencapai target itu, Donald Trump berencana menaikkan upah minimal 38 persen. Kemudian mengurangi pajak, dan mendorong pengeluaran dana untuk infrastruktur.

Sentimen tersebut berdampak terhadap imbal hasil obligasi Indonesia. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia naik 50 basis poin dalam dua hari ini.

Ashmore Assets Management Indonesia melihat kalau pergerakan US treasury sesuai harapan di tengah target inflasi 2 persen. Saat ini US treasury bertenor 10 tahun naik sekitar 60 basis poin. Sedangkan obligasi pemerintah Indonesia 7,9 persen dengan harapan inflasi empat persen pada 2017. Meski imbal hasil US treasury naik, imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia masih menarik.

Ashmore Asset Management menyebutkan kalau volatilitas masih akan meningkat dalam jangka pendek. Ashmore pun melihat Bank Indonesia (BI) akan kurangi volatilitas di pasar uang.

"Indonesia khususnya menawarkan potensi menarik dalam perdagangan global baik ASEAN dan Asia Pasifik. Pasar domestik pun tetap solid dengan tingkat bunga lebih rendah sehingga meransang pertumbuhan. Foreign direct investment (FDI) akan lebih tinggi. Ini membuat imbal hasil lebih menarik dengan inflasi rendah," tulis Ashmore Assets Management Indonesia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya