Donald Trump Jadi Presiden, Ini Kekhawatiran Kepala Bappenas

Amerika kerap terlibat dalam peperangan di beberapa negara, seperti Irak dan Afghanistan dengan berbagai alasan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Nov 2016, 14:15 WIB

Liputan6.com, Jakarta Selama ini Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai Negara Adidaya yang memiliki kekuatan militer besar. Bahkan, negara ini kerap terlibat dalam peperangan di beberapa negara, seperti Irak dan Afghanistan dengan berbagai alasan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro khawatir, dengan kepemimpinan di bawah Donald Trump, Amerika Serikat  akan kembali menciptakan peperangan yang menggoyang perekonomian dunia.

"Kalau republikan jadi presiden kecenderungan ingin perang, jangan sampai ganggu ekonomi dunia, karena tadi ingin senjata laku," ujar Bambang, dalam acara diskusi "Peran Generasi Millenial dalam Mewujudkan Nilai Perjuangan di Era Pembangunan", di Perbanas, Jakarta, Sabtu (12/11/2016).

Menurut dia, keterlibatan AS dalam beberapa peperangan karena beberapa alasan, seperti untuk menciptakan pahlawan baru. Sebab Negara Adidaya tersebut dikatakan sangat menghargai veterannya.

"Seperti AS menghargai veteran perangnya, seolah menciptakan pahlawan baru dengan menciptakan perang," ujarnya.

Namun dia meminta hal tersebut sebaiknya tidak ditiru Indonesia. Untuk menjadi pahlawan, rakyat Indonesia bisa melakukannya dengan membangun bangsa. 

Bambang melanjutkan, keterlibatan AS dalam peperangan juga terdorong kepentingan bisnis atau ekonomi, yaitu persenjataan. Agar persenjataan yang dibuatnya laku, perang adalah salah satu pasarnya.

"Amerika Serikat hobi perang semata-mata bisnis. Namanya peta politik global ketika Amerika atau negara besar lain inisiasi perang supaya industri senjata laku," ungkap Bambang.

Ini bisa dilihat dalam keterlibatan AS pada perang di Timur Tengah. Selain dengan alasan bisnis persenjataan, negara ini juga mengincar sumber daya alam berupa minyak di wilayah tersebut.

"Perang Timur Tengah, global senjata minyak itu karena ekonomi. Kecuali negara lokal untuk mempertahankan sesuatu, atau merebut sesuatu kalau negara maju perang untuk sumber daya alam dan senjata," ucap Bambang.(Pew/Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya