Liputan6.com, Jakarta - PT Chevron Geothermal Indonesia memenangkan lelang proyek geotermal atau panas bumi Gunung Ciremai, Jawa Barat. Sayangnya, perusahaan tersebut memilih untuk tak melanjutkan atau melepaskan proyek tersebut. Salah satu alasan mengapa perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut karena ditentang masyarakat setempat.
Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak dalam acara Diskusi Energi Kita, mengatakan, proyek geotermal pernah dilelang dan dilakukan daerah merujuk Undang-undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
"Tapi nuansa lelang di daerah berubah, mungkin terkait pilkada. Ketika Gubernur mau lelang, ada desakan ini-itu. Karena yang menolak tidak sebanyak itu, paling cuma dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan mungkin ada orang yang menggerakkan itu (penolakan)," tutur dia di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (13/11/2016).
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif IRRES Marwan Batubara, masyarakat sekitar menolak proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Gunung Ceremai karena khawatir kelestarian alam gunung tersebut. Hal ini bisa berkaca dari kasus Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawaa Tengah.
Sambungnya, pengoperasian PLTU Batang diperkirakan mundur dari 2018 menjadi 2020 akibat pembebasan lahan, penolakan dari masyarakat untuk permasalahan lingkungan. Padahal proyek ini vital untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa dan sudah siap dengan pendanaan.
"Tapi gara-gara kurang koordinasi, tidak tegas, tidak mensosialisasikan proyek PLTU Batang ini vital, maka masyarakat tidak ngerti. Bisa saja elit yang mendominasi penolakan PLTU Batang," ujarnya.
Kata Marwan, penolakan dari segelintir elit pun mungkin saja terjadi pada proyek geotermal di Gunung Ciremai. "Yang di sekitar gunung tidak ngerti. Tapi ada pemburu rente yang mengambil kesempatan ini. Harusnya proyek ini jadi prioritas nasional," jelasnya.
Ahli Panas Bumi dari Universitas Indonesia, Yunus Daud berpendapat, proyek panas bumi tidak mengganggu air di danau dan sekitarnya. Alam di sekitar gunung diyakini tidak akan terganggu oleh aktivitas geotermal.
"Nah mungkin ditolak apakah karena ada hubungannya dengan pilkada atau tidak. Jadi ke depan, kalau proyek ini dilelang lagi harus ada pendekatan formal dan informal, dilaksanakan studi banding yang melibatkan tokoh masyarakat setempat," terang Yunus. (Fik/Gdn)