Liputan6.com, Jakarta - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong masyarakat Desa Pangan Jaya, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan industri kreatif dengan memanfaatkan limbah kayu jati. Selama ini, perajin Konawe Selatan menjadikan limbah kayu jati hanya sebagai kayu bakar.
Deputi Infrastruktur Bekraf, Hari Santosa Sungkari menjelaskan, salah satu cara yang dilakukan oleh Bekraf adalah dengan menyelenggarakan Program Fasilitasi Pembentukan Ekosistem Pusat Kreatif Kerajinan Limbah Kayu Konawe Selatan. Program tersebut merupakan kerja sama Bekraf dengan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Konawe Selatan.
"Program yang berlangsung pada September 2016 hingga November 2016 tersebut menitikberatkan pada kegiatan pembinaan dan pendampingan terhadap 50 perajin yang mewakili dari 2 Desa di Kabupaten Konawe Selatan yakni Desa Pangan Jaya dan Desa Iwoi Mendoro," jelas dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (13/11/2016).
Landasan Pembentukan Ekosistem Pusat Kreatif tersebut dimaksudkan untuk mengenali potensi unggulan dari sebuah wilayah dengan berusaha mengetahui dari lima Rantai Nilai Ekonomi Kreatif, serta 4 aktor yaitu Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah, dan Media, serta dua daya ungkit yakni forwad linkage dan backward linkage.
Artinya program ini dilakukan secara bersama-sama dan saling sinergi oleh lintas pemangku kepentingan yang melibatkan Pemerintah baik pusat maupun daerah, komunitas kreatif sebagai representasi masyarakat, akademisi dan para pelaku usaha.
Baca Juga
Advertisement
Program fasilitasi Pembentukan Ekosistem Desa Kreatif memiliki tujuan besar, yaitu peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), peningkatan jumlah tenaga kerja terampil, serta pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal.
Hari melanjutkan, program yang berlangsung selama tiga bulan tersebut dibagi ke dalam tiga tahapan. Tahap pertama pada bulan September difokuskan pada edukasi perajin terkait potensi ekonomi dari limbah kayu serta merangsang para perajin untuk langsung berkreasi menjadikan limbah kayu jati yang ada menjadi karya seni yang fungsional.
Tahap kedua pada bulan Oktober, program ini menekankan pada para perajin untuk mengasah ketrampilannya dalam mendesain atau menggambar, kemudian pengenalan dan praktik teknik menggambar, memahat, serta memotong ragam produk kerajinan dari limbah kayu jati yang ada.
Tahap ketiga pada bulan November ini, bertempat di Wonua Monapa Resort, terdapat mentor mengajarkan tentang pemahaman teknis finishing hasil kerajinan, memahami manajemen keuangan dan bisnis untuk menghitung harga pokok produksi, serta cara pemasaran dan promosi hasil kerajinan limbah kayu jati yang telah diselesaikannya.
Hari melanjutkan, melalui pelatihan dan pendampingan yang digelar di Kabupaten Konawe Selatan tersebut akan memberi harapan baru bagi para perajin yang terlibat dan mampu menangkap potensi kerajinan kerajinan limbah kayu jati di Konawe Selatan ini sangat besar dan bagus.
“Para perajin kayu jati yang terlibat dalam program ini telah menunjukkan kemahirannya serta mampu menghasilkan karya-karya yang tak kalah dengan perajin profesional di daerah lain. Sangat menggembirakan bagi kami dan tentu juga para perajin, karya-karya mereka pada bulan ini juga telah dipamerkan di Pasar Akhir Pekan SCBD Jakarta,” tutup dia. (Gdn/Ndw)