Liputan6.com,Sydney - Dolar Amerika Serikat (AS) menyentuh level tertinggi dalam sembilan bulan pada perdagangan Asia di awal pekan ini. Sedangkan bursa Asia cenderung bervariasi.
Dolar AS menguat dipicu risiko inflasi lebih cepat. Imbal hasil surat berharga Amerika Serikat (AS) pun menguat. Sentimen tersebut membebani aset di negara emerging market.
Dolar AS berada di posisi 106,90 terhadap yen. Sedangkan euro berada di level terendah sejak Januari di posisi US$ 1,08.
Berdasarkan data Bank of America Merrill Lynch, aksi jual terjadi lebih dari US$ 1 triliun di pasar obligasi global. Kenaikan imbal hasil surat utang AS telah menekan aset di emerging market. Sementara itu,risiko perang dagang antara AS dan China pun mempengaruhi Asia.
Baca Juga
Advertisement
"Ada sebuah sinyal tingginya imbal hasil obligasi dan penguatan dolar AS berdampak domino. Merealisasikan aset berisiko dulu sebelum pindah ke aset berikutnya," ujar Analis Deutsche Alan Ruskin seperti dikutip dari laman Reuters, Senin (14/11/2016).
Sementara itu, bursa Asia cenderung variasi. Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,3 persen. Hal tersebut diikuti indeks saham Australia dan Korea Selatan melemah. Sedangkan indeks saham Jepang Topix naik 1,4 persen dan indeks saham Selandia Baru menguat 0,5 persen.
Di pasar komoditas, harga minyak menguat. Harga minyak Brent naik enam sen ke level US$ 44,81 per barel. Sedangkan harga minyak Amerika Serikat mendatar di kisaran US$ 43,41.