Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tercapat 108 kasus tindak pidana perbankan selama hampir dua tahun. Paling banyak jenis kasus fraud di perbankan adalah kasus kredit, diantaranya pembobolan data kartu kredit, salah pencatatan, dan lainnya.
Anggota Dewan Komisioner OJK atau selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Nelson Tampubolon dalam acara Sosialisasi Penanganan Dugaan Tindak Pidana Perbankan dan Forum Anti Fraud, mengatakan, kegiatan operasional perbankan memiliki kompleksitas tinggi terhadap penyimpangan, baik secara administrasi dan mengarah pada tindak pidana atau fraud.
"Untuk mengurangi potensi fraud, bank harus dapat menerapkan prinsip kehati-hatian. Sehingga bank bisa menghindari masalah tersebut dan kepercayaan masyarakat yang menyimpan dana di bank dapat terpelihara dengan baik," ucap Nelson di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (14/11/2016).
Baca Juga
Advertisement
Nelson menyebut data kasus yang telah dilimpahkan bidang pengawas perbankan ke departemen penyidikan OJK. Totalnya ada 108 kasus dalam kurun waktu 2014-2016. Jumlahnya sebanyak 59 kasus di 2014, lalu turun di 2015 menjadi 23 kasus, dan sebanyak 26 kasus hingga kuartal III-2016.
"Jenis kasus yang banyak terjadi di perbankan dari 2014 sampai kuartal III 2016 ini, adalah kasus kredit 55 persen, rekayasa pencatatan 21 persen, penggelapan dana 15 persen, transfer dana 5 persen, dan pengadaan aset 4 persen," jelas Nelson.
Pelaku fraud biasanya oknum yang berwenang mengambil keputusan, dan berkaitan dengan penanganan kegiatan operasional perbankan. "Fraud di perbankan banyak terjadi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), 80 persen tutup karena fraud," tegasnya.
Oleh karena itu, OJK bekerjasama dengan aparat penegak hukum, dan industri perbankan untuk pencegahan terjadinya dugaan tindak pidana perbankan maupun proses penanganan dugaan tindak pidana perbankan.
"Tugas OJK menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dengan terus menekan tindak pidana perbankan sehingga masyarakat terlindungi dengan baik, dan iklim perbankan tetap kondusif," terang Nelson.
Dia berharap, anggota forum anti fraud dapat bertambah dari jumlah saat ini sebanyak 40 bank umum. Kegiatan forum ini lewat sosialisasi dan edukasi dapat mencegah terjadinya tindak pidana perbankan, yang dapat berimplikasi besar mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional.
"Mudah-mudahan tidak hanya 40 bank umum, tapi nambah semua bank. Termasuk BPR, karena reputasi perbankan harus dijaga melalui kepercayaan masyarakat sebagai nasabah," pungkas Nelson. (Fik/Gdn)