Liputan6.com, Depok - Universitas Indonesia (UI) menggelar konferensi internasional ‘The 1st Asia-Pasific Research in Social Sciences and Humanities Universitas Indonesia Conference (APRiSH)’, di Margo Hotel Depok, 7-9 November 2016.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu 9 November 2016, Kampus kenamaan Tanah Air itu mengundang psikolog ternama Philip Zimbardo dari Universitas Stanford. Zimbardo yang merupakan salah satu psikolog ternama ini adalah presiden American Psychological Association (APA). Selain itu, sejumlah ahli ternama seperti Ali Akbar (Universitas Indonesia), Muhammad Chatib Basri (Universitas Indonesia), Bambang Shergi Laksmono (Universitas Indonesia), Harkristuti Harkrisnowo (Universitas Indonesia), juga turut hadir.
Advertisement
Zimbardo telah mempublikasikan lebih dari 50 buku dan 400 artikel populer maupun profesional. Termasuk tulisan terakhirnya bertajuk, ’Man, Interrupted’. Namun, di antara itu semua, karya The Stanford Prison Experiment (SPE) yang diangkat dalam sebuah film yang paling mengundang kontroversi.
Film yang memenangkan beberapa penghargaan ini, salah satunya di Sundance Film Festival, diangkat dari kisah nyata mengenai studi psikologi Philip Zimbardo. SPE merupakan studi psikologi tahun 1971 mengenai bagaimana respon manusia ketika dikurung dan efek perilakunya, baik pada sisi penjaga maupun tahanan di penjara.
Penelitian yang dipimpin Zimbardo ini membagi sekelompok pemuda menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berperan sebagai tahanan, kelompok lainnya sebagai penjaga.
Mereka ditempatkan di ruangan mirip penjara yang dibangun di bawah tanah gedung jurusan psikologi Stanford. Penjara dibangun tanpa jendela dan tidak disediakan jam sehingga subjek tidak mengetahui lamanya waktu berjalan.
Sebelum ditempatkan di penjara, para tahanan ini ditangkap di kediaman masing-masing. Mereka diborgol di hadapan umum oleh polisi. Ketika sampai di penjara, diperlakukan layaknya napi yang baru tiba. Digeledah, ditelanjangi dan diberikan pakaian seragam penjara, lengkap dengan borgol di kaki.
Dalam satu hari, keadaan menjadi tidak terkendali. Para ‘penjaga’ mulai menggunakan aksi kekerasan pada narapidana.
Penelitian ini seharusnya dilaksanakan selama dua minggu. Tapi kebrutalan yang dilakukan para penjaga dan penderitaan yang dialami tahanan sudah sangat memprihatinkan. Pada hari keenam, penelitian ini dihentikan.
Percobaan yang dilakukan Zimbardo memang mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk dari rekan sesama psikolog. Zimbardo dinilai melanggar etika mengenai penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek.
Bagaimana pun, penelitian ini telah memperlihatkan ilustrasi yang jelas bagaimana suatu keadaan bisa membentuk perilaku seseorang.
Menurut Zimbardo, para penjaga bertingkah sedemikian brutal karena mereka begitu menyelami peran sebagaimana dirinya yang berperan sebagai pengawas penjaga.
"Agresi para penjaga merupakan konsekuensi alami dari penggunaan seragam penjaga dan menegaskan kekuatan yang melekat pada peran tersebut,’’ katanya seperti dikutip BBC beberapa waktu lalu.
Menurut Zimbardo, mahasiswa yang normal dan sehat dapat berubah perilaku sesuai peran yang mereka jalani. Baik itu sebagai penjaga yang sadis atau tahanan yang tertekan. Percobaan ini menunjukkan bahwa orang-orang biasa yang sehat secara fisik dan psikologis, serta tidak pernah memiliki catatan kriminal, dapat melakukan kejahatan apabila dihadapkan pada keadaan yang memungkinkan.
Dia menggunakan pendekatan yang sederhana dan kuat ini pada beberapa aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak berbeda. Seperti pelaku bom bunuh diri yang menabrakkan pesawat ke menara kembar WTC, New York, hingga orang-orang Amerika yang menyiksa tahanan di penjara Abu Ghraib, Irak.